Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPRD Grobogan Divonis 2,5 Tahun Penjara

Kompas.com - 12/08/2013, 15:42 WIB
Amanda Putri Nugrahanti

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com — Dua anggota DPRD Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, dari fraksi Partai Golongan Karya, Sugiyarno (52) dan Agus Prastiyo, dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara, denda Rp 50 juta, dan membayar uang pengganti masing-masing Rp 267,5 juta oleh majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang.

Keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan saluran utama tegangan ekstra tinggi atau sutet di Kabupaten Grobogan. Putusan itu dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Winarto, Senin (12/8/2013).

Hukuman yang sama juga dijatuhi kepada dua rekan Sugiyarno dan Agus, yaitu Dwi Siswo Wundiantoro dan Tjuk Hardjono. Hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta terdakwa dihukum selama empat tahun penjara.

Keempat terdakwa didakwa Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Kitab UU Hukum Pidana.

Kasus tersebut berawal pada tahun 2004 saat Sugiyarno dan Agus masih aktif di lembaga swadaya masyarakat yang menjadi tim advokasi warga di delapan kecamatan dan 31 desa, yang terkena proyek sutet.

Mereka bersepakat dengan warga dan mendapat bagian Rp 2.750 per meter persegi tanah yang dijual. Sementara, PT PLN membayar warga sebesar Rp 6.500 per meter persegi. Diduga telah terjadi kelebihan bayar oleh PT PLN karena harga tanah seharusnya Rp 3.600 per meter persegi.

Keempat terdakwa, atas perjanjian kesepakatan dengan warga, pun mendapat bagian sebesar total Rp 1,069 miliar. Setelah dikurangi biaya operasional, masing-masing orang mendapat Rp 142,5 juta.

Total kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus ini mencapai Rp 3,7 miliar. Ahmadi, yang merupakan penanggung jawab proyek tersebut dari PT PLN, tidak dapat diproses secara hukum karena sudah meninggal dunia.

Pengacara terdakwa, Ali Zamroni, mengungkapkan, pihaknya menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Dia masih berpendapat bahwa kasus itu adalah kasus perdata, bukan pidana umum karena telah terjadi perjanjian kesepakatan sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com