Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membangun Studio Alam Melalui Ekspedisi Jantung Hayati Sulawesi

Kompas.com - 24/06/2013, 20:43 WIB
Kontributor Manado, Ronny Adolof Buol

Penulis

MANADO, KOMPAS.com - Sekelompok mahasiswa dari Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sam Ratulangi Manado baru saja menyelesaikan pembuatan Studio Alam di Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo.

"Pembuatan studio alam tersebut merupakan bagian dari Program Ekspedisi Jantung Hayati Sulawesi yang sedang kami laksanakan," ujar Kepala Laboratorium Konservasi Biodiversitas Unsrat, John Tasirin kepada Kompas.com, Senin (17/6/2013) pekan lalu.

Ekspedisi Jantung Hayati Sulawesi ingin mengguak dan memperkenalkan keistimewaan keanekaragaman hayati yang dimiliki Sulawesi kepada masyarakat dan pengambil kebijakan di enam provinsi yang ada di Pulau Sulawesi.

"Tujuan program ini adalah untuk memperkenalkan dan melestarikan jenis flora-fauna Sulawesi dan habitat alaminya agar menjadi pengetahuan publik dan bagian dari kebijakan pembangunan yang berkelanjutan," jelas Tasirin.

Tasirin memaparkan bahwa Sulawesi adalah pulau lokal yang memiliki harga global bagi konservasi biologi karena di Sulawesi tingkat endemisitasnya tertinggi di dunia. "Bayangkan dari 165 jenis hewan mamalia yang endemik di Indonesia, 46 persen diantaranya ada di Sulawesi," kata Tasirin.

Di samping itu, dari 127 jenis mamalia yang ditemukan di Sulawesi, ada 79 jenis yang endemik. Demikian pula di pulau Sulawesi tercatat 233 jenis burung, dengan 84 jenis diantaranya hanya bisa dijumpai di Sulawesi. "Seperlima dari 150 jenis reptilia yang endemik di Indonesia ada di Sulawesi," tambah Tasirin.

Beberapa kegiatan terkait dengan ekspedisi tersebut diantaranya konservasi di habitat alaminya, pendidikan pelestarian alam serta upaya menurunkan dampak antropogenik. "Pengembangan studio alam akan menjadi basis data interaktif dalam bentuk digital untuk habitat dan jenis flora-fauna Sulawesi," papar Tasirin.

Untuk kegiatan itu pada tanggal 8 hingga 14 Juni 2013 lalu, Tasirin memboyong sepuluh mahasiswanya ke Hutan Nantu dan mendirikan Ploting Ukur Permanen sebagai studio alam disana. "Ikut juga bergabung mahasiswa dan dosen dari Universitas Muhamadiyah Gorontalo yang bersama-sama melakukan penelitian di Nantu," tambah Tasirin.

Selama berada di Hutan Nantu, berbagai temuan dan eksplorasi penting dilakukan oleh Tim Ekspedisi. Berbagai temuan tersebut kemudian dicatat untuk dijadikan database digital sebagai bagian tujuan dilaksanakannya ekspedisi.

"Jantung Hayati Sulawesi tidak hanya di Nantu, tetapi meliputi kawasan mulai dari ujung Selatan di Pulau Salayar, melintas katulistiwa di teluk Tomini sampai ke pulau Miangas di lepas Pantai Pulau Luzon di Filipina," ujar Tasirin.

Tasirin berharap program Jantung Hayati Sulawesi ini bisa terus berlanjut sebagaimana harapan mereka, agar variasi geografis yang tinggi yang dimiliki kawasan ini terus mendapat perhatian. "Memang pendanaan menjadi salah satu kendala utama kami, tetapi kami terus optimis bahwa banyak pihak yang akan membantu program ini," tutup Tasirin. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com