Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bibit: Pak Ganjar, Pertahankan Jateng Jadi Lumbung Pangan

Kompas.com - 12/06/2013, 17:49 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com — Gubernur terpilih Jawa Tengah Ganjar Pranowo diharapkan bisa mempertahankan status provinsi itu sebagai lumbung pangan nasional. Sebab, sejauh ini, Jateng merupakan daerah yang hampir mencapai status swasembada pangan.

Hal itu dinyatakan Gubernur Jateng Bibit Waluyo ketika mengikuti Sidang Regional Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota Tahun 2013 Wilayah Barat (Sumatera dan Jawa) di Hotel Grand Arton Aerowisata, Kabupaten Magelang, Rabu (12/6/2013).

Bibit mengatakan, hingga saat ini, gudang-gudang pangan di beberapa wilayah di Jateng masih penuh hingga tujuh bulan mendatang, apalagi dalam waktu dekat akan memasuki masa panen raya. "Namun, untuk jenis holtikultura, memang diperkirakan beberapa bulan ke depan agak menurun karena kondisi cuaca," katanya.

Bibit mengatakan, beberapa upaya bisa dilakukan, antara lain, dengan modernisasi peralatan pertanian, misalnya mengganti kerbau dengan mesin pembajak sawah. "Kalau ini tidak dilakukan, jangan harap Jawa Tengah bisa swasembada pangan," tandas Bibit, yang dikalahkan Ganjar Pranowo dalam Pemilihan Gubernur Jateng pada 26 Mei lalu.

Kendati demikian, Bibit tidak menampik bahwa setiap pemimpin daerah mempunyai gaya, komitmen, dan kebijakan masing-masing. Tidak terkecuali dengan Ganjar Pranowo yang terpilih untuk menggantikan dia meskipun belum dilantik.

"Kalau aku ya minta kalau bisa dilanjutkan. Tapi, kalau beliau (Ganjar Pranowo) mungkin memandang ada pembaruan atau percepatan. Itu kewenangan beliau ya monggo, wong yang bertanggung jawab beliau kok. Kalau saya ya eman-eman," tutur Bibit.

Bibit memaparkan, peningkatan atau modernisasi alat pertanian bertujuan meningkatkan hasil roduksi para petani. Tidak hanya itu, imbuh Bibit, pemberdayaan pelaku usaha kecil dan mikro di Jateng juga perlu ditingkatkan, termasuk melanjutkan pembangunan waduk-waduk dan sistem irigasi.

"Meskipun saya jadi gubernur tinggal sebulan lagi, saya selalu semangat kalau bicara soal pangan. Sayang, sekarang ora payu dadi gubernur maneh (sudah tidak laku lagi jadi gubernur)," kelakar Bibit yang disambut gelak tawa para tamu yang hadir.

Bibit juga menilai bahwa kebijakan pemerintah pusat yang mengimpor berbagai hasil pertanian itu tidak tepat karena hal itu justru akan semakin menyengsarakan petani lokal. Begitu juga dengan kebijakan alih fungsi lahan yang masih marak, Bibit mengaku hal itu adalah tanggung jawab masing-masing pemerintah daerah kabupaten/kota.

"Setiap pemda harus membuat regulasi (perda) yang berisikan aturan tentang Sawah Lestari. Jangan sampai sawah-sawah subur kita yang ada malah ditanami gedung. Ini akan mengancam swasembada pangan," tandas Bibit lagi.

Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan Pangan Nasional (BKPN) Kementerian Pertanian RI, Ahmad Suryana, menyebutkan banyak lahan pertanian di Indonesia yang saat ini dialihfungsikan menjadi bangunan gedung dan permukiman. Bahkan, sebanyak 50 persen di antaranya terjadi di Pulau Jawa.

Sependapat dengan Bibit Waluyo, Ahmad Suryana mengatakan kewenangan menertibkan kebijakan alih fungsi lahan itu ada di tangan pemerintah daerah setempat meskipun ada amanat UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

"Bahkan, pemerintah telah menebitkan PP untuk mengimplementasikan UU tersebut. Namun, masing-masing pemda harus segera menyusun perda-perda untuk mengerem dan menghentikan alih fungsi lahan itu," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com