Tahun ini, penerapan sistem zonasi baru dilakukan untuk 45 persen kuota calon siswa. Sistem zonasi diberlakukan di tingkat kelurahan untuk calon siswa sekolah dasar (SD), tingkat kecamatan untuk sekolah menengah pertama (SMP), dan gabungan beberapa kecamatan untuk sekolah menengah atas (SMA).
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Agus Sutiyono, mengatakan, penerapan sistem zonasi tidak hanya mengurangi dampak kemacetan, tetapi juga meningkatkan mutu pendidikan.
Siswa yang biasanya harus menempuh waktu lebih lama ke sekolah kini bisa menyingkat waktu perjalanan. ”Dengan kondisi itu, siswa bisa menyiapkan waktu lebih lama sebelum mengikuti proses belajar di sekolahnya,” kata Agus, Senin (10/6).
Siswa tidak perlu jauh-jauh pergi ke sekolah sehingga tingkat persaingan pun bisa berjalan lebih merata di seluruh wilayah di DKI Jakarta.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Udar Pristono mendukung penerapan sistem ini oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI. Pasalnya, mobilitas komunitas pendidikan selama ini cukup besar di jalan raya.
Pristono memprediksi sistem zonasi ini bisa mengurangi mobilitas orang dan kendaraan yang selama ini dipakai komunitas pendidikan.
”Saya berharap tidak hanya di sektor pendidikan, penerapan model seperti ini bisa diberlakukan di dunia kerja profesional,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Taufik Yudi Mulyanto mengatakan, sesuai analisis rasional, sistem zonasi memang bisa mengurangi kemacetan lalu lintas di DKI. Sebab, komunitas pendidikan banyak yang menggunakan kendaraan bermotor. ”Dengan zonasi, mobilisasi kendaraan dapat dilokalisasi di wilayah tertentu,” ujarnya.