YOGYAKARTA, KOMPAS -
”Kalau pakai telekonferensi, pemeriksaan jauh lebih bagus karena mereka tidak akan berada dalam tekanan, baik, fisik, psikologi, maupun tekanan lingkungan,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) DI Yogyakarta Rusdianto, Senin (10/6), di Yogyakarta.
Menurut dia, berdasarkan pendampingan Kanwil Kemenkumham DI Yogyakarta selama ini, petugas sipir relatif siap memberikan kesaksian di bandingkan tahanan yang berada dalam satu sel dengan empat korban pembunuhan. Pembunuhan dilakukan 12 anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura.
”Para tahanan menghadapi dua persoalan hukum, pertama, persoalan hukum yang sedang dihadapi sendiri karena dia telah melakukan pelanggaran hukum yang akan dibuktikan di pengadilan. Kedua, dia juga menjadi saksi peristiwa hukum atau perbuatan hukum. Menghadapi dua persoalan hukum bukanlah hal yang mudah,” ujarnya.
Dari hasil dialog antara psikolog dan para saksi, Rusdianto melihat persoalan-persoalan psikologis para tahanan yang perlu dijernihkan. Melihat kondisi ini, penggunaan fasilitas telekonferensi tetap dibutuhkan.
Menurut rencana, penyerahan hasil pendampingan tim psikologi terhadap 42 saksi kasus Cebongan akan diserahkan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada pekan depan. Meskipun demikian, hingga saat ini pihak Kanwil Kemenkumham DI Yogyakarta belum mendapat kepastian dari Mahkamah Agung (MA) terkait penggunaan fasilitas telekonferensi.
Penanggung jawab Divisi Pemenuhan Hak Saksi dan Korban LPSK Teguh Soedarsono mengatakan, pemanfaatan fasilitas telekonferensi agar proses peradilan di Pengadilan Militer dapat dipercaya masyarakat tanpa tekanan. ”Sampai sekarang belum ada jawaban dari MA tentang pengajuan fasilitas telekonferensi. Kami akan mengirim lagi surat kepada MA disertai hasil analisis 18 psikolog terhadap 42 saksi kasus Cebongan,” kata Teguh.
Sebelumnya, Komandan Resor Militer 072/Pamungkas Brigadir Jenderal Adi Widjaja menyatakan, para saksi tidak mengalami stres dan trauma berat. ”LPSK jangan membuat argumen yang menyudutkan,” ujarnya.
Selama persidangan nanti, Adi menjamin keamanan dan keselamatan para saksi dan terdakwa. Karena itu, pemakaian fasilitas telekonferensi untuk pemeriksaan saksi secara jarak jauh, seperti diusulkan LPSK, menurut Adi, tidak perlu.