Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berhenti Merokok Sebelum Terlambat

Kompas.com - 09/06/2013, 02:15 WIB

 

Sri Rejeki

Niat kuat dari dalam diri menjadi kunci utama keberhasilan upaya berhenti merokok. Tidak ada salahnya didukung dengan terapi mengingat nikotin telanjur membuat ketagihan dan mengubah otak merasa selalu butuh zat adiktif tersebut. Johan Tandoko (24) bermimpi mengikuti lomba maraton 42 kilometer di Bangkok. Ia membayangkan asyiknya berlari melintasi sejumlah tempat bersejarah di ibu kota Thailand itu, seperti Museum Nasional, Grand Palace, dan Sungai Chao Phraya.

Namun, ia sadar mimpi itu sulit tercapai dengan napas perokoknya. Meski begitu, kebiasaan merokok enam tahun belakangan tidak mudah ditinggalkannya. Dalam sehari ia bisa menghabiskan dua bungkus rokok. 

Taufik (26) juga telah enam tahun merokok dan mampu menghabiskan sebungkus rokok per hari. Ia pernah berhasil berhenti total merokok selama enam bulan. Pendorongnya adalah flu yang membuat kenikmatan merokok tidak lagi terasa. Terlebih berbagai keluhan kesehatan muncul, seperti sesak napas dan tubuh yang tidak segar. Namun, nyatanya prestasi enam bulan tanpa rokok berlalu begitu saja. Taufik kembali merokok karena ia masih menginginkannya.

Niat dan terapi

Ketika rokok diisap, nikotin akan tersebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah dan dalam sekejap sampai ke organ-organ, seperti jantung, paru-paru, dan otak. Di dalam otak nikotin merangsang pelepasan hormon dopamin yang menimbulkan sensasi perasaan senang dan nyaman tetapi singkat. Dalam 1-2 jam hormon ini akan menurun drastis sehingga otak akan merespons untuk merokok lagi guna mempertahankan efek kesenangan yang timbul.

”Orang yang mau berhenti merokok niatnya harus datang dari diri sendiri. Ia harus punya motivasi kuat untuk berhenti melawan jejak nikotin yang tingkat adiksinya terberat di atas morfin, heroin, alkohol, ganja, dan kafein,” kata Rohani Budi Prihatin dari Divisi Legal Komisi Nasional Pengendalian Tembakau.

Niat kuat Johan menemukan jalannya ketika mendengar informasi mengenai terapi berhenti merokok dengan laser tingkat rendah (low level laser therapy/LLLT). Prinsip kerja terapi ini seperti akupunktur, yakni memanfaatkan titik-titik tertentu di tubuh, seperti di wajah, tangan, dan telinga, untuk disinari laser berintensitas rendah. Setiap titik dikenai pancaran laser selama 40 detik.

”Saya ingin merasa nyaman lagi, tidak sesak, batuk, dan sakit tenggorokan ketika bangun di pagi hari. Katanya kalau kita berhenti merokok sebelum 10 tahun dan usia masih di bawah 35 tahun, kondisi kesehatan kita bisa pulih. Saya ingin berhenti sebelum terlambat,” kata Johan yang berprofesi sebagai konsultan pemasaran.

Johan satu-satunya perokok dalam keluarga sehingga mereka sangat mendorongnya untuk berhenti merokok. Terapi dilakukan tiga sesi dalam kurun waktu tertentu diawali dengan konseling. Fungsinya untuk mendalami penyebab mulai merokok dan motivasi berhenti merokok. Penting untuk mengenali pemicu mulai merokok. Menurut Johan, ia dulu mulai merokok sebagai pelarian ketika stres datang karena pekerjaan atau masalah. Seusai terapi Johan mengaku keinginannya merokok hilang.

Keinginan merokok sempat muncul lagi. Namun, ketika ia mencoba mengisapnya justru rasa mual yang datang. Keinginan itu kemudian dialihkannya dengan cara yang dianjurkan terapis. Misalnya, memplester sebutir beras di daun telinga, terutama pada tulang rawan kedua terluar, atau langsung memijit bagian itu. Cara lain adalah dengan menjepretkan karet gelang di pergelangan tangan atau makan buah berdaging putih, seperti apel, pir, dan pisang yang mengandung kalium tinggi dan dapat menetralkan efek negatif nikotin.

Bantuan teknologi

CEO S Clinic Tatat Rahmita Utami mengungkapkan, ia membuka S Clinic untuk membantu mereka yang ingin berhenti merokok dengan memanfaatkan teknologi LLLT dan tanpa obat-obatan. Klinik ini didampingi Rumah Bebas Nikotin untuk kampanye berhenti merokok dan membantu pasien paru kurang mampu.

Menurut dia, kebanyakan orang sebenarnya mengetahui bahwa merokok membawa dampak negatif pada kesehatan. Namun, mereka mengabaikannya dan enggan berhenti karena tidak bisa melepaskan diri dari ketagihan nikotin rokok. ”Sebanyak 80 juta penduduk Indonesia adalah perokok. Kami ingin membantu mereka yang ingin hidup lebih sehat,” kata Tatat di S Clinic di Darmawangsa Square, Jakarta Selatan, Rabu (5/6).

Hal ini diakui Taufik. Setelah enam bulan berhenti, ia mulai kembali merokok karena ingin kembali merasakan nikmatnya sensasi merokok. Ketika ditawari mencoba LLLT, ia menolak karena memang belum berniat berhenti total merokok meski porsi merokoknya kini berkurang menjadi setengah bungkus per hari.

Orangtua Taufik adalah perokok. Ayahnya meninggal pada tahun 2010 karena sakit jantung. Ibunya hingga kini masih merokok. ”Semuanya tergantung niat. Kalau sudah cukup kuat, mungkin tidak pakai bantuan juga bisa berhenti sendiri. Kalau saya, memang belum ingin stop total,” kata Taufik yang berprofesi sebagai fotografer.

Fisioterapis dan ahli LLLT dari Australia, Philip Gabel, mengungkapkan, kerja laser ini ketika ditembakkan ke kulit menyerupai sinar matahari yang mengenai tumbuhan dan menyebabkan fotosintesis. Laser tingkat rendah yang mengenai sel dan jaringan akan berubah menjadi energi biokimia yang memperbaiki kerusakan sel. Sinar ini juga mengalir ke seluruh tubuh dan sel-sel otak bersama aliran darah. Otak terbantu untuk mengatur kembali kerja hormon dan enzim termasuk mengendalikan keinginan merokok.

”Nikotin membuat struktur biokimia otak berubah dan LLLT mengembalikan struktur itu seperti sebelum kecanduan nikotin,” kata Philip.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com