Medan, Kompas
Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono menjelaskan, ancaman terorisme membayangi Indonesia dan Malaysia. Dalam beberapa kasus terorisme, jaringan dan pelakunya meliputi dan melintasi wilayah Indonesia dan Malaysia.
Agus menambahkan, luasnya kawasan perairan Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia, menjadi celah masuknya jaringan terorisme internasional ke kedua negara. Bentuknya berupa penyelundupan senjata dan infiltrasi paham fundamentalisme radikal. Kelompok Al Qaeda, Jamaah Islamiyah, dan Abu Sayaf telah terdeteksi memengaruhi kelompok marjinal di Indonesia dan Malaysia.
”Untuk itu, kami perlu latihan gabungan untuk mengembangkan strategi, metode, teknik, taktik, dan pendekatan,” kata Agus saat memberi sambutan dalam acara pembukaan.
Hadir dalam acara tersebut Panglima Angkatan Tentera Malaysia Jeneral Tan Sri Dato Sri Zulkifeli bin Mohd Zin, yang terbang langsung dari Malaysia. Hadir pula Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan Kepala Kepolisian Daerah Sumut Inspektur Jenderal Wijsnu Amat Sastro.
Zulkifeli menambahkan, ancaman terorisme lebih mudah diatasi jika ditangani bersama. Untuk itu, Malaysia merasa perlu bekerja sama dengan Indonesia. Dia menilai persiapan latihan telah matang.
Pada tahun 2010, Indonesia dan Malaysia juga menggelar latihan gabungan. Baik Zulkifeli maupun Agus menegaskan, latihan kali ini berbeda dengan latihan sebelumnya. ”Tempat dan skenarionya berbeda sehingga hasilnya berbeda,” kata Agus.
Latihan gabungan ini melibatkan 1.228 tentara dari Indonesia dan Malaysia. Setiap angkatan mengerahkan alat utama sistem persenjataan (alutsista) masing-masing. Alutsista tersebut antara lain helikopter jenis Bell-412 dan MI-17 serta KRI Makassar-590, KRI IBL 383, dan pesawat Fokker-28.
Latihan diawali dengan kegiatan pos komando di Pangkalan Udara Soewondo, Medan, kemdian dilanjutkan latihan penumpasan teroris di Belawan dan Hotel Aryaduta Medan.