Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Api Poso Tak Kunjung Padam

Kompas.com - 04/06/2013, 02:43 WIB

POSO, KOMPAS - Aksi teror di Poso, Sulawesi Tengah, tak kunjung mereda. Peristiwa bom bunuh diri di halaman Markas Kepolisian Resor Poso, Senin (3/6), makin meneguhkan daerah itu sebagai basis teroris. Kelompok radikal bahkan makin berani menyerang simbol-simbol negara.

Hasrullah, pengajar Komunikasi Politik Universitas Hasanuddin, Makassar, ketika dihubungi kemarin mengemukakan, selain menimbulkan ancaman bagi aparat negara, terutama polisi, fenomena itu juga menebarkan rasa tidak aman bagi masyarakat.

”Ironisnya, Poso hanya diperhatikan jika terjadi letupan. Setelah itu tak dipandang lagi. Kalaupun diperhatikan, sifatnya lebih represif dan tidak menyeluruh pada aspek sosial-ekonomi,” ujarnya.

Hasrullah yang pernah meneliti konflik Poso mengungkapkan, pertikaian di daerah tersebut berawal dari sentimen berbau agama tahun 1999. Namun, ketika sentimen horizontal kemudian selesai, dan masyarakat berbeda agama hidup rukun berdampingan, belakangan muncul gerakan radikal antinegara.

”Gerakan radikal inilah yang terus menguat yang menelan korban di pihak aparat keamanan dan kalangan sipil,” kata Hasrullah.

Bom tersebut diledakkan oleh seorang pria tak dikenal pada Senin pukul 08.03 di depan Masjid At-Taqwa, sekitar 15 meter dari pos penjagaan gerbang Markas Polres. Pelaku yang diperkirakan berusia 30-35 tahun tewas dengan tubuh terkoyak.

Kepala Kepolisian Resor Poso Ajun Komisaris Besar Susnadi mengatakan, sebelum peristiwa terjadi, pelaku mengendarai sepeda motor menerobos masuk halaman gerbang tanpa mengindahkan teguran dari petugas pos penjagaan. Di bagian badannya menempel tas plastik.

Hafid (59), saksi mata, menyebut peristiwa itu begitu cepat. Pekerja bangunan itu tengah bekerja di masjid saat ledakan terjadi. Ia mengaku belum sempat melihat pelaku saat ledakan terdengar. Dia langsung lari ke bagian belakang masjid, tetapi lengan kirinya tak luput terkena serpihan bom.

Menurut Kapolres, bom yang meledak adalah jenis bom rakitan. Cirinya, antara lain, dari banyaknya gotri dan paku berukuran 10 cm di lokasi bekas ledakan. Jenazah korban sekaligus pelaku diberangkatkan ke Rumah Sakit Bhayangkara, Palu.

Secara terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Suhardi Alius mengatakan, tim penjinak bom Polri mendalami serpihan bom bunuh diri di Polres Poso.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar menambahkan, tim dari ahli DNA Mabes Polri berangkat ke RS Polri di Palu untuk memeriksa dan mengambil sampel DNA korban.

Kemarin, situasi Poso mencekam. Sebagian warga berkerumun di sekitar Markas Polres. Sejumlah jalan juga ditutup untuk kepentingan penyelidikan. Sebagian warga menutup toko. Namun, tak lama kemudian warga kembali beraktivitas normal.

Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengecam keras dan menyesalkan peristiwa ini. Warga diimbau tidak terpancing dan tetap menjaga kerukunan yang sudah terjalin selama ini.

Menurut pantauan Kompas, sejak Februari lalu, kepolisian gencar mengejar lebih dari 20 orang yang sudah dimasukkan dalam daftar teroris buronan. Polisi memasang baliho seputar nama orang yang dicari.

Belum lagi kelompok buron ini ditangkap, polisi kembali dibuat sibuk dengan lepasnya Basri, salah satu terpidana kasus kekerasan Poso, dari Lembaga Pemasyarakatan Ampana pada April lalu. Basri diduga bergabung dengan kelompok teroris ini. Kelompok ini diduga bersembunyi di sekitar Gunung Koroncopu, Poso Pesisir Utara.

Strategis

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai di Jakarta mengakui, Poso selama ini menjadi basis jaringan terorisme yang disebut ”Mujahidin Indonesia Timur” dan menjadi basis ”Al Qaeda Indonesia”. Poso menjadi basis dan tempat pelatihan aksi teror setelah Aceh. ”Poso dinilai strategis sebagai basis karena merupakan bekas daerah konflik sosial dan relatif dekat dengan Filipina Selatan, yang juga basis gerakan radikal,” ujarnya.

Presiden pantau

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pihak Istana Kepresidenan belum memberikan komentar terkait insiden bom bunuh diri di Markas Polres Poso. Namun, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menyatakan, Presiden terus mengikuti perkembangan penanganan kasus itu oleh Polri.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menilai aksi itu bagian dari teror dan konflik di Poso. ”Aksi ini bisa dilihat dari dua sisi. Jangka pendek berkaitan dengan aksi kelompok tertentu yang ingin mencari perhatian dengan menyerang fasilitas Polri. Jangka panjang, aksi ini bagian dari mata rantai radikalisme atau potensi terorisme,” kata Neta.

Menurut dia, konflik di Poso belakangan ini tidak lagi antarwarga, tetapi melebar antara warga tertentu dan polisi. Hal ini menunjukkan radikalisme di daerah tersebut semakin tinggi. Sikap polisi yang represif dalam mengatasi terorisme ternyata menimbulkan dendam pada sebagian masyarakat terhadap polisi.

Ironisnya, menurut Neta, ketika konflik kelompok radikal dan polisi terus meningkat, kinerja intelijen belum maksimal mendeteksi potensi dan kekuatan kelompok-kelompok radikal.

Anggota Komisi III DPR, Eva Sundari, mendesak perlunya disusun cetak biru strategi nasional terkait penanggulangan terorisme. ”Bom ini adalah peringatan bahwa terorisme masih merupakan ancaman serius bagi negara,” katanya.(REN/RIZ/CHE/CHE/FER/FAJ/WHY/NAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com