Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi: 3.846 Desa Indonesia Dilanda Bencana Ekologis

Kompas.com - 03/06/2013, 03:14 WIB

BANDARLAMPUNG, KOMPAS.com - Bencana ekologis, seperti longsor, banjir bandang, banjir dan longsor, banjir rob, banjir lahar dingin, dan banjir karena luapan danau terus melanda seluruh wilayah Indonesia dan tercatat sebanyak 3.846 desa mengalaminya.

Menurut Mukri Friatna, Manajer Penanganan Bencana Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendampingi Abetnego Putra Panca Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional Walhi, di Bandarlampung, Minggu merinci, dalam kurun waktu lima bulan terhitung sejak 1 Januari hingga 31 Mei 2013, dari total 34 provinsi se-Indonesia, tidak satu pun daerah yang bebas dari bencana.

Pada kurun waktu tersebut, telah terjadi 776 kali bencana yang melanda 3.846 desa/kelurahan yang tersebar di 1.584 kecamatan dan 311 kabupaten/kota seluruh Indonesia. "Bencana tersebut, telah mengakibatkan 348 korban jiwa meninggal," ujar Mukri, Minggu (2/6/2013).

Dia menyebutkan pula, dari total sebanyak 348 korban jiwa itu, sebanyak 44 orang diakibatkan karena pertambangan. "Dalam hal jumlah korban, Jawa Barat merupakan provinsi yang paling banyak menelan korban jiwa, yaitu 66 orang," ujar dia.

Dalam bencana tersebut, kata Mukri, banjir mendominasi, yaitu sebanyak 579 kali, diikuti longsor 129 kali, banjir rob 36 kali, banjir luapan danau tiga kali, banjir lahar dingin tiga kali, banjir dan longsor sebanyak 26 kali.

Bencana dalam pendekatan regional, di Sumatera tertinggi dialami oleh Aceh yaitu terjadi 44 kali bencana yang melanda 449 desa/kelurahan tersebar di 127 kecamatan dan 19 kabupaten/kota daerah ini sehingga menimbulkan sembilan korban jiwa.

Bencana alam terendah dialami Provinsi Kepulauan Riau, yaitu tiga kali bencana melanda tiga desa, tersebar di tiga kecamatan dan dua kabupaten/kota. Mukri menyebutkan pula, di Pulau Jawa, bencana alam tertinggi terjadi di Jawa Timur, sebanyak 90 kali bencana yang melanda 637 desa/kelurahan tersebar di 195 kecamatan dan 31 kabupaten/kota.

Bencana alam terendah adalah di Yogyakarta hanya terjadi dua kali banjir. Di Kalimantan, bencana tertinggi adalah Kalimantan Selatan, yaitu 13 kali yang melanda 203 desa/kelurahan, tersebar di 43 kecamatan dan delapan kabupaten/kota. Yang terendah di Kalimantan Utara, yaitu dua kali bencana melanda delapan desa/kelurahan.

Di Sulawesi, Sulawesi Selatan adalah yang tertinggi, yaitu 22 kali bencana melanda 119 desa/kelurahan tersebar di 66 kecamatan dan 16 kabupaten/kota, dan terendah adalah Sulawesi Barat yaitu tujuh kali bencana, melanda 16 desa tersebar di 13 kecamatan, 4 kabupaten/kota.

Pada wilayah regional Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, bencana tertinggi terjadi di Nusa Tenggara Timur, yaitu 30 kali yang melanda 103 desa/kelurahan tersebar di 52 kecamatan dan 19 kabupaten/kota yang menimbukan 14 korban jiwa, dan terendah adalah Maluku Utara hanya satu kali dan melanda satu desa.

Menurut Mukri, selain karena faktor curah hujan yang tinggi, Walhi mencatat penyebab bencana di perkotaan adalah karena minim ruang terbuka hijau, ketiadaan drainase, tersumbat saluran pembuangan air, dan posisi daerah yang berada di dataran rendah.

Di perdesaan, kata dia, bencana itu disebabkan karena alih fungsi hutan pada dataran tinggi, kehilangan hutan mangrove (bakau), dan pendangkalan serta penyempitan sungai. "Kesemuanya ini bermuara pada penataan ruang yang tidak terkendali sehingga menyebabkan terganggu keseimbangan ekosistem yang berdampak menimbulkan bencana alam," ujarnya.

Atas bencana yang terjadi tersebut, Walhi mendesak pemerintah pusat berani menyebutkan bahwa banjir dan longsor diakibatkan pula karena kerusakan lingkungan, tidak melulu karena curah hujan tinggi. Walhi mengapresiasi Pemerintah Provinsi Aceh, Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Kota Padang yang berani menyebut bencana di wilayahnya terjadi karena kerusakan lingkungan.

Menurut Mukri, hal ini penting diutarakan sebagai bentuk pendidikan publik dan meminta tanggung jawab para pihak terkait. Ke depan, kata dia lagi, Walhi mengharapkan pula pemerintah mulai sadar dan cerdas agar dapat memasukkan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan, dan pemanfaatan ruang tidak lagi dilaksanakan secara serampangan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com