Penegasan itu disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis sore (Jumat, 31/5 pagi WIB), dalam pidato penerimaan Penghargaan Negarawan Dunia dari Appeal of Conscience Foundation (ACF) di New York, Amerika Serikat.
Penghargaan berupa piala itu diserahkan kepada Presiden Yudhoyono oleh mantan Menteri Luar Negeri AS Henry A Kissinger bersama pendiri ACF, Rabi Arthur Schneier. Bersama Presiden Yudhoyono, Presiden Direktur United Technologies Corporation Louis R Chenevert juga menerima penghargaan.
Wartawan Kompas,
Kissinger dan Schneier dalam kata sambutannya masing-masing mengapresiasi Presiden Yudhoyono atas capaian memajukan kehidupan demokrasi, ikut menciptakan tatanan dunia internasional yang lebih damai, mendorong penghormatan hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan hubungan antar-peradaban.
Kissinger sendiri menerima penghargaan serupa dari ACF tahun 1999. Penerima penghargaan ACF yang didirikan tahun 1965 itu antara lain adalah Kanselir Jerman Angela Merkel, mantan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, mantan Presiden Brasil Fernando Henrique Cardoso, Presiden Ceko Vaclav Havel, mantan pemimpin Uni Soviet Mikhail S Gorbachev, Raja Spanyol Juan Carlos, dan Perdana Menteri India Manmohan Singh.
Dalam pidato penerimaan penghargaan sekitar 15 menit, Presiden Yudhoyono antara lain menggambarkan bagaimana bangsa Indonesia mampu melepaskan diri dari krisis multidimensi 15 tahun lalu. Sempat diramalkan akan mengalami proses balkanisasi, gejala perpecahan berkeping-keping, Indonesia saat ini justru berdiri semakin tegak.
Indonesia mampu melakukan konsolidasi demokrasi dan ekonomi. Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga (setelah India dan AS), menjadi kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dan menjadi anggota ekonomi G-20.
Namun, Presiden juga mengakui, bangsa Indonesia masih harus bekerja keras untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan pengangguran. Sementara itu, masih terdapat kantong intoleransi, kerawanan konflik komunal, dan elemen radikal. Rangkaian persoalan ini dikatakan bukan khas Indonesia, melainkan termasuk fenomena global.