JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Agung atau MA dikritik terkait penanganan kasus pembunuhan empat tahanan di Lapas Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta. MA dinilai tidak peka terhadap situasi yang akan dialami para saksi kasus Cebongan.
"MA tidak responsif dan tidak mempunyai sense of crisis soal keamanan (para saksi)," kata anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari, di Jakarta, Kamis (30/5/2013). Kritik ini dia lemparkan sebagai tanggapan atas belum juga ada jawaban MA terkait permintaan agar 42 saksi kasus tersebut memberikan keterangan melalui telekonferensi. Permintaan para saksi tersebut disampaikan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, lembaganya sudah mengirimkan surat permintaan itu sejak 1,5 bulan lalu. Namun, sampai saat ini belum ada jawaban. Padahal, persidangan akan dimulai.
Alasan permintaan yang disampaikan semua saksi, khususnya 31 tahanan, adalah masih trauma dengan pembunuhan sadis yang disaksikan langsung di dalam sel. Trauma yang sama juga menghinggapi 11 petugas lapas yang dianiaya para pelaku. Dikhawatirkan mereka tidak dapat memberikan kesaksian apa adanya.
Eva mengatakan, permintaan para saksi masuk akal jika melihat peristiwa pembunuhan itu, ketika para tersangka yang merupakan anggota Kopassus melakukan pembunuhan di tempat tertutup milik negara. "Saya mengimbau MA mengabulkan permintaan LPSK sebagai pihak yang paling kompeten soal perlindungan saksi," kata politisi PDI Perjuangan itu.
Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika juga menyampaikan hal senada. Menurut dia, para saksi sangat layak diperbolehkan bersaksi di luar ruang persidangan. "Seharusnya MA responsif terhadap hal-hal seperti ini," kata Pasek.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.