Garut, Kompas -
”Lokasi pengungsian itu sudah kami buat pada 2011 berbarengan dengan penetapan status Siaga terakhir Papandayan,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Garut Zat Zat Munajat dalam rapat koordinasi mitigasi bencana di Garut, Selasa (7/5).
Zat Zat mengatakan, ketujuh lokasi itu adalah halaman kantor Kecamatan Sukaresmi, Yonif 303 Cibuluh, halaman kantor Kecamatan Pamulihan, halaman kantor Kecamatan Pakenjeng, Lapangan Bayongbong, Lapangan Ibrahim Ajie, dan Lapangan Ngamplang.
”Ada warga dari lima kecamatan, yaitu Cisurupan, Pamulihan, Bayongbong, Pakenjeng, dan Sukaresmi. Jumlah penduduk yang berpotensi terkena dampak sekitar 171.700 jiwa. Jumlah yang harus mengungsi 11.400 orang,” kata Zat Zat.
Ujang Adi, petani sayur di Bayongbong, Garut, tidak khawatir bila Papandayan meletus. Sejauh ini, ia masih menggarap kebun sayurnya yang berjarak sekitar 7 kilometer dari puncak Papandayan. Dia sudah pernah ikut simulasi bencana dua tahun lalu.
Berdasarkan data Pemkab Garut, di lima kecamatan terdampak letusan, ada 19.958 hektar atau sekitar 25 persen dari total lahan sawah dan kebun di Garut. Sekitar 90 persen warga yang tinggal di lima kecamatan itu bekerja sebagai petani sayur dengan penghasilan Rp 300.000-Rp 1 juta per bulan.
Suryaman, petani di Desa Pakuwon, Cisurupan, menyambut baik rencana ganti rugi bila Papandayan meletus. Pada letusan 2002, ia nyaris tak punya penghasilan selama dua bulan akibat lahan sayur tertutup abu vulkanik. ”Kalau ada ganti rugi, setidaknya bisa jadi penyambung hidup sementara,” katanya.
Sementara itu, Kepala Pos Pengamatan Gunung Papandayan Momon mengatakan, pantauan pukul 00.00-12.00, status Papandayan masih Siaga. Tercatat 33 kali tektonik lokal, 16 kali vulkanik dangkal, 1 kali tektonik jauh, 1 kali gempa Tornelo.
Momon menuturkan, kondisi itu tak jauh berbeda dengan intensitas gempa sehari sebelumnya. Dalam rentang waktu yang sama, terjadi 26 kali gempa