Sampang, Kompas
”Demi kebaikan bersama, secepatnya warga Syiah diusir dari Sampang. Jangan pulangkan mereka ke desa kami,” kata koordinator pengunjuk rasa, Fathorrazi. Para pengunjuk rasa itu berasal dari Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, dan Desa Bluuran, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang.
Kedua desa itu juga merupakan tempat tinggal ratusan warga Syiah yang beberapa di antaranya masih mengungsi di gedung olahraga di Kabupaten Sampang. Mereka mengungsi sejak 26 Agustus 2012 karena diserang massa.
Semula ada 289 orang yang mengungsi. Kini tinggal 70-an orang yang masih mengungsi. Beberapa di antaranya pergi bekerja di luar Madura.
Para pengunjuk rasa kemudian ditemui Bupati Sampang Fanan Hasib dan Ketua DPRD Sampang Imam Ubaidillah. Fanan mengatakan dirinya sudah mengirimkan surat ke Gubernur Jatim Soekarwo supaya pengungsi direlokasi. ”Kami minta semuanya sabar. Kami sudah menyurati gubernur dan masih dalam proses,” kata Fanan kepada para pengunjuk rasa.
Sejak konflik di Sampang terjadi, sebanyak 35 lembaga, baik pemerintah maupun sosial,
Menanggapi unjuk rasa ini, Soekarwo menegaskan, Pemerintah Provinsi Jatim tidak akan merelokasi para pengungsi Syiah. ”Warga (Syiah) dari dulu tidak mau direlokasi, jadi tidak dapat dipaksa,” katanya.
Menurut Soekarwo, Pemprov Jatim hanya menangani dari sisi kemanusiaan dan akan terus memberikan bantuan logistik kepada pengungsi sampai persoalan ini selesai. Sementara mengenai perselisihan agama merupakan kewenangan pemerintah pusat untuk menyelesaikannya.
Di Jakarta, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menghentikan program perlindungan terhadap 44 saksi dan korban penyerangan di Sampang itu karena kebutuhan pendampingan dan pengamanan para saksi dan korban sudah selesai seiring usainya proses penegakan hukum kasus penyerangan tersebut.
”Keputusan penghentian program perlindungan ini disampaikan dalam rapat paripurna LPSK pada 29 April 2013,”