Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Polahi, Terpinggirkan di Hutan Boliyohuto

Kompas.com - 06/05/2013, 09:55 WIB
Kontributor Manado, Ronny Adolof Buol

Penulis

GORONTALO, KOMPAS.com — Kata "Polahi" bagi sebagian warga yang hidup di Gorontalo merupakan sebuah cerita yang diliputi dengan aroma mistis. Walaupun hampir sebagian besar orang Gorontalo mengenal kata itu, tetapi hanya sebagian kecil yang benar-benar tahu dengan keberadaan Polahi.

Polahi adalah sebutan untuk sekelompok warga yang hingga kini masih hidup terisolasi di pedalaman hutan Gunung Boliyohuto yang meliputi daerah Paguyaman, Suwawa, dan Sumalata di Provinsi Gorontalo.

Berbeda dengan suku-suku pedalaman lainnya di Indonesia, literer suku Polahi sangat minim. Ini karena sikap tertutup yang mereka tunjukkan sejak dulu. Konon, Polahi takut jika bertemu dengan orang lain.

Namun, beberapa tahun belakangan ada sebagian kelompok Polahi yang sudah bisa hidup bersosial dengan warga lainnya, walaupun masih mempertahankan kebiasaan primitif mereka.

Salah satu kelompok yang bisa ditemui adalah keluarga Polahi yang hidup bermukim di pedalaman Hutan Humohulo pengunungan Boliyohuto, Paguyaman. Akses menuju ke permukiman tersebut tidaklah mudah. Butuh waktu jalan kaki selama sekitar delapan jam dari Dusun Pilomohuta, Desa Bina Jaya, Kecamatan Paguyaman, Kabupaten Boalemo, untuk mencapai rumah keluarga Polahi di sana.

"Inilah salah satu pintu masuk yang termudah kalau ingin mengunjungi mereka," ujar Kepala Dusun Pilomohuta, Udin Mole, ketika menemani Kompas.com menyusuri jalan mendaki dan melewati tujuh sungai tersebut.

Di Desa Bina Jaya sebenarnya ada 11 keluarga Polahi yang terdata. Namun, sejak kematian Kepala Suku mereka, Baba Manio, sebulan yang lalu, keluarga ini lalu berpencar. Sebab bagi suku Polahi, jika ada satu anggota keluarga yang meninggal, maka mereka semua harus meninggalkan rumah dan permukimannya, lalu mencari permukiman baru.

"Dulunya Polahi hidup sangat nomaden. Mencari lahan untuk ditanami, dan setelah itu berpindah ke lahan yang baru. Nanti setelah waktu panen, baru mereka akan balik lagi. Nyaris mereka tidak punya tempat tinggal tetap," kata Rosyid.

Namun, Polahi yang ditemui di pedalaman Hutan Humoholo sudah punya rumah tetap, walau masih terlihat sangat sederhana. Hanya terbuat dari papan sisa hasil para perambah hutan dengan atap dari daun kelapa dan daun rumbia.

Kini di hutan Humohulo ada sekeluarga Polahi yang merupakan keturunan Baba Manio yang kawin dengan istrinya Mama Tanio, yang tidak lain adalah saudaranya sendiri. Mereka hidup di dua rumah yang berbeda lokasi dengan jarak yang lumayan jauh.

Rumah pertama ditinggali Mama Tanio dengan anak mereka Babuta yang otomatis menjadi pimpinan sekarang. Babuta memperistri Lanio yang tidak lain anak dari ayahnya dengan seorang istri yang bernama Hasimah. Hasimah dengan keluarga lainnya tinggal di lokasi yang terpisah di hutan Tumba.

Di rumah utama ini, hidup anak-anak Mama Tanio serta anak-anak dari Babuta. Sementara rumah kedua ditinggali adik Mama Tanio yang hidup bersama anak lainnya dari Baba Manio yang bernama Laiya yang punya dua istri kakak beradik.

Kawin-mawin sesama saudara bagi Polahi adalah hal wajar. Ayah kawin dengan anak perempuannya, ibu kawin dengan anak laki-lakinya, serta kakak kawin dengan adiknya. "Kalau di kampung banyak orang, tetapi di sini hanya ada kita, jadi kawin saja," ujar Mama Tanio dalam bahasa Gorontalo berdialek khas dengan polosnya.

Keterisolasian mereka membuat praktik inses tersebut dianggap wajar. Polahi tidak mengenal agama. Mereka hanya menganut paham agama tradisional, yang percaya kepada alam. Polahi adalah warga yang termarginalkan dengan kebodohan mereka. Walau kini mereka sudah terbiasa pakai baju, tetapi pendidikan nyaris tidak pernah mereka rasakan.

"Dulu mereka tidak mengenal angka sama sekali. Tetapi sekarang karena sudah sering berinteraksi dengan warga lain, mereka telah mengenal uang," ujar Udin.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com