Laporan Kompas dari lapangan, Jumat (3/5), menyimpulkan, jika masalah perebutan sumber daya ekonomi seperti sumur minyak, tambang batubara, dan kebun sawit tersebut tak diselesaikan secara tuntas, tak hanya persoalan tapal batas yang menjadi pekerjaan rumah, tetapi justru sewaktu-waktu akan menimbulkan konflik vertikal di antara warga Rupit yang ingin pemekaran Musi Rawas Utara (Muratara) dengan Musi Banyuasin (Muba).
Hingga kini, masalah yang terkait dengan penentuan tapal batas, termasuk sumber-sumber daya ekonomi itu, masih dituntut warga di Muratara dengan Muba.
Unjuk rasa di Desa Muara Rupit, yang berujung pembubaran paksa oleh kepolisian sehingga menewaskan empat warga, ternyata merupakan aksi tandingan yang dilakukan sebelumnya oleh massa pendukung pemekaran Muratara dari Rawas Ilir, yang juga salah satu kecamatan di Musi Rawas. Namun, jika warga Rupit ingin pemekaran segera, warga Rawas Ilir ingin sumber daya ekonomi itu diserahkan dulu ke Kecamatan Rupit. Perbedaan pandangan itulah yang membuat warga Rupit membuat aksi tandingan.
Unjuk rasa massa dari Rawas Ilir ini sendiri menolak kesepakatan tapal batas yang memasukkan sumur Subhan IV ke Muba. Sejak 2007, sumur minyak yang dikelola Conocophillips itu sebenarnya masuk Muratara.
Ketua Pemuda Peduli Rawas Ilir Abdul Aziz mengatakan, kebijakan tapal batas yang ditandatangani Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin itu sepihak dan merugikan masyarakat Rawas Ilir dan Muratara secara ekonomi. ”Kami bukan menentang pemekaran Muratara, tetapi meminta menunda pemekaran sampai sumber daya ekonomi itu kembali ke Muratara,” katanya.
Sebaliknya, Presidium Muratara dan sebagian besar warga Muratara bersikeras untuk pemekaran dulu. ”Kami tak peduli ke mana sumur Subhan IV, yang penting mekar dulu,” kata salah satu tokoh Rupit, Eddy Susanto.
Adapun terkait klaim masalah perbatasan antara Muba dan Musi Rawas, Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo mengatakan, masih akan diklarifikasi DPR setelah reses. Sebelum batas wilayah induk rampung ditetapkan, pembahasan calon daerah otonom baru Muratara belum bisa dilakukan.
Sementara itu, kehadiran Kabupaten Malaka di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai daerah otonomi baru, terpisah dari kabupaten induk, Belu, akan mendongkrak kesejahteraan warga perbatasan RI-Timor Leste.(IRE/KOR/INA)