Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarung Partai Biru dan Kuning di ISG

Kompas.com - 02/05/2013, 11:21 WIB
Syahnan Rangkuti

Penulis

Penunjukan Mambang sebagai Ketua Harian PB PON Riau 2012, sebenarnya lebih dari sebuah keterpaksaan saja. Mambang sudah tidak mungkin dapat bekerja dengan anak buah Rusli, karena memang dia tidak pernah diberi peran oleh gubernurnya.

Kalau kemudian Rusli menuding Mambang yang menjabat ketua harian tidak mampu mempersiapkan PON dengan baik, apakah itu sebuah kebenaran? Mungkin, kalimat yang lebih tepat adalah, Mambang memang tidak mampu, karena seluruh jajaran pejabat di bawah Rusli tidak mau berkerjasama. Bagaimana Mambang mau bekerja, kalau tidak ada yang mau mendukungnya. Mambang sudah dicap penghianat. Bergaul dengan penghianat adalah sebuah ketakutan tersendiri buat pejabat yang ada di Riau, sampai saat ini.

Keputusan Menpora memindahkan lokasi ISG ke Jakarta, salah satunya sangat dimungkinkan akibat ucapan Mambang kepada Roy Suryo, yang juga koleganya di Partai Demokrat. Rumor yang berkembang, kepada Roy, Mambang menyatakan, Riau memang kurang siap untuk ISG.

Kalau saja masukan Mambang kepada Roy memang benar, apakah Mambang dapat disalahkan? Mari kita lihat fakta di lapangan.

Berdasarkan pengamatan Kompas, persiapan Riau untuk ISG memang sangat lamban. Apalagi setelah KPK menangkap sembilan anggota DPRD Riau dan mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, Lukman Abbas dalam kasus suap pembangunan arena PON. Ledakan semakin besar, tatkala Rusli Zainal juga ditetapkan sebagai tersangka.

Penundaan jadwal ISG dari bulan Juni 2013 menjadi bulan Oktober (awalnya), adalah bukti yang tidak terbantahkan tentang ketidakmampuan Riau bersiap. Sejak kasus suap PON yang melibatkan anggota DPRD Riau dan terakhir kasus Rusli, pejabat Riau terlihat begitu berhati-hati, bahkan boleh dikatakan takut menggunakan anggaran pembangunan. Hanya karena malu saja makanya ISG tetap dilanjutkan, walau dengan susah payah.

Mengutip pernyataan Rusli yang mengatakan pihaknya sudah mempersiapkan diri selama tiga tahun, semestinya, persiapan ISG sudah tidak ada kendala lagi. Bukankah sejak 2006 Riau sudah ditunjuk sebagai tuan rumah PON dan multieven berat itu sudah terlaksana pada September 2012. ISG tinggal selangkah lagi. Kalau boleh jujur, menyelenggarakan PON jauh lebih berat dibandingkan ISG. Kalau Riau mampu, tentunya, ISG pasti akan berlangsung pada bukan Juni ini.

Sebelum keputusan Roy memindahkan ISG ke Jakarta, persiapan ISG di Riau memang cenderung stagnan. Bahkan sampai hari ini, perbaikan kolam renang yang diminta perwakilan ISSF (federasi olahraga negara-negara Islam, lembaga penyelenggara ISG) tidak kunjung dilakukan.

Utang Pemprov Riau kepada konsorsium pembangunan Stadion Utama PON sebesar Rp 200 miliar (PT Adhi Karya, PT Waskita Karya dan PT Pembangunan Perumahan), tidak pernah diurus pelunasannya. Pemprov Riau tidak berani mengajukan pembayaran dana lewat APBD karena tau proyek itu sebenarnya sudah tutup buku dan tidak ada payung hukumnya. Riau justru memilih pola menantikan gugatan konsorsium BUMN itu di pengadilan. Wajar saja apabila pihak konsorsium menggembok Stadion Utama.

Riau memiliki masalah pelik, dan status tersangka yang disandang Rusli memang memberatkan. Akhirnya, mari kita bertanya lagi, apakah Riau tidak mampu mempersiapkan ISG?

Kalau untuk persiapan 100 persen, jelas Riau tidak mampu, namun bukan berarti Riau langsung dibuang begitu saja. Berbagai gedung olahraga Riau eks PON 2012, cukup layak untuk menjadi lokasi pertandingan kelas Asia. Sebut saja, Stadion Atletik, GOR Senam, GOR Chevron, Gelanggang Remaja, GOR Universitas Lancang Kuning, GOR Universitas Islam Riau dan lapangan tenis PTPN V yang tidak kalah dengan arena di luar negeri.

Kompas menyaksikan sendiri, kondisi arena-arena pertandingan di ISG I Arab Saudi tahun 2005 yang cukup bagus, namun tidak terlalu sempurna untuk pertandingan kelas Asia, apalagi dunia. Lapangan tenis PTPN V Pekanbaru, rasanya lebih baik dari lapangan tenis ISG I di kota Taif, Mekkah.

Herannya, dalam kisruh antara Menpora dan Riau, kemana suara Komite Olimpiade Indonesia, yang merupakan lembaga resmi penyelenggaraan multieven ini? Kok diam? Bukankah lembaga yang dipimpin oleh Rita Subowo ini, selama ini begitu getol menyebut Riau sudah siap. Sudah berapa kali tim asistensi KOI yang dipimpin oleh tokoh olahraga senior Joko Pramono dan Indra Kartasasmita, bahkan Rita Subowo sendiri ikut meninjau persiapan Riau baik persiapan fisik dan non fisik?

KOI dan Suryo semestinya dapat bertindak arif. Misalnya, tetap mengajak Riau menjadi tuan rumah bersama dengan Jakarta. Melibatkan Riau dalam ISG, mungkin dapat membuat hubungan partai kuning dan biru di Riau, sedikit membaik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com