Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Bertanggung Jawab

Kompas.com - 02/05/2013, 03:50 WIB

Oleh sebab itu, kata Agus, Polda Sumsel bersama Inspektorat Pengawasan Umum serta Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri melakukan pemeriksaan internal terhadap dugaan penembakan. Namun, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan justru menilai tindakan polisi sangat berlebihan dan tidak proporsional dalam menangani aksi massa.

Sebagaimana diberitakan, bentrokan terjadi pada Senin (29/4) malam saat warga yang menuntut pemekaran Muratara, dengan cara memblokade jalan lintas Sumatera, menunggu hasil negosiasi yang diwakili Syarkowi—mantan anggota DPRD Sumsel yang aktif di Presidium Muratara—dengan polisi. Dengan alasan agar tak terjadi kemacetan lalu lintas di lintas Sumatera, polisi meminta warga yang menggelar aksi sejak pagi untuk membuka blokade jalan. Namun, warga tetap bersikeras, yang kemudian dilakukan perundingan. Saat menunggu hasil negosiasi, mendadak datang pasukan baru yang sebelum menembak warga secara sporadis menembakkan pistolnya ke udara.

Kemarahan warga pun memuncak setelah ada korban tewas. Warga pun membakar Polsek Musi Rawas dan Polsek Karang Dapo pada malam itu dan esoknya. Sejumlah kendaraan polisi juga ikut dibakar. Korban terjadi tak hanya di pihak warga, yang juga luka-luka, tetapi juga polisi. Enam orang polisi mengalami luka kritis.

Izinkan otopsi

Dari hasil pertemuan itu, keluarga korban sepakat mengizinkan kepolisian mengotopsi jenazah para korban, terutama untuk pengambilan proyektil. Sebelumnya, keluarga korban menolak otopsi. ”Untuk independensi, kami minta agar ada dokter dari luar polisi yang terlibat dalam otopsi,” kata perwakilan warga, M Aidi Rawas.

Meski demikian, kata Aidi, warga tetap menolak kedatangan polisi ke Kecamatan Rupit. ”Warga masih emosi sehingga kedatangan polisi dikhawatirkan menimbulkan kericuhan. Kami minta segala proses hukum diawasi TNI,” tuturnya.

Dalam pertemuan itu, warga menuntut pencopotan Kapolres Musi Rawas dan Kapolsek Rupit. Mereka dituding membiarkan anak buahnya melakukan penembakan, padahal warga belum melakukan perlawanan.

Warga menilai polisi yang bertugas menyalahi prosedur pembubaran massa. ”Saat itu tak ada dialog, tak ada peluru karet, tetapi langsung peluru tajam,” kata Eddy Susanto, seorang saksi mata.

Sejumlah saksi mata menuding pelaku penembakan terdiri dari gabungan Polres Musi Rawas dan Polsek Rupit. Warga juga menyangkal versi polisi yang mengatakan saat itu warga membawa senjata dan menembakkan senapan rakitan. ”Justru kemarahan warga baru muncul setelah timbulnya korban dari warga,” kata seorang saksi.

Penuhi persyaratan dulu

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com