Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Empat Siswa SLTA Tersangka Perampok dan Pembunuh

Kompas.com - 30/04/2013, 06:47 WIB
Ambrosius Harto Manumoyoso

Penulis

BEKASI, KOMPAS.com - Kepolisian Resor Bekasi Kota menangkap dan menahan empat remaja berstatus siswa SLTA sebagai tersangka perampok dan pembunuh. RN (17), KC (17), AK (18), dan A (18) disangka merampok dan menganiaya Agus Sarianto (30), pedagang penganan goreng, di Jalan Jatiasih Raya, RT 010 RW 08 Kelurahan Jatiasih, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi, Minggu (28/4/2013) antara pukul 03.15 dan pukul 03.45.

Empat tersangka ditangkap di empat lokasi berbeda di Kota Bekasi. Waktu penangkapan juga berbeda. Saat perburuan dan penangkapan, Tim Buru Sergap Kejahatan Kekerasan terpaksa menembak kaki A yang melawan petugas dan berusaha kabur.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bekasi Kota Komisaris Nuredi Firmansyah dalam jumpa pers gelar perkara pada Senin (29/4/2013) mengatakan, keempat tersangka adalah siswa SLTA. Namun, para tersangka diketahui jarang masuk sekolah sehingga status kesiswaannya mungkin sudah tidak bertahan lagi.

Berdasarkan pengakuan tersangka kepada penyidik, keempat siswa itu ternyata merupakan komplotan perampok. Mereka sudah beraksi minimal 15 kali di wilayah Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Jakarta Timur (Cakung, Ciraras, dan Cijantung). Sasaran komplotan ini adalah pengendara sepeda motor.

Kronologis

Nuredi memaparkan, petugas bergegas melacak dan memburu keempat tersangka setelah perampokan terhadap korban bernama Agus tadi. Lelaki, warga Jakasampurna, Bekasi Barat, Kota Bekasi, itu dirampok dan ditemukan sekarat di saluran air. Agus terluka di kepala dan ulu hati akibat dibacok pelaku dengan celurit karena melawan dan berusaha mempertahankan sepeda motor yang hendak dirampas.

Sebelum perampokan terjadi, Agus melintas di Jalan Jatiasih Raya. Tiba-tiba Agus dipepet oleh empat orang yang berboncengan naik sepeda motor. Pembonceng menenteng celurit. Agus terjatuh karena dipepet. Pelaku kemudian mendekati Agus dan memaksa lelaki itu menyerahkan sepeda motornya. Namun, Agus melawan sehingga disabet dengan celurit.

Saat itu, keempat pelaku dibikin panik oleh Agus. Sebabnya, Agus sempat berteriak minta tolong. Warga mendengar teriakan Agus itu sehingga datang. Kedatangan warga membuat pelaku kabur dan berpencar. Bahkan, pelaku meninggalkan sepeda motornya juga sepeda motor Agus.

Warga dengan cepat menghubungi petugas Kepolisian Sektor Jatiasih dan menolong Agus. Korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Mitra Keluarga, Bekasi Barat, Kota Bekasi. Di sinilah Agus menghembuskan nafas terakhir akibat perdarahan luar biasa dan tidak tertolong. Jenazah Agus kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Raden Said Sukanto (RS Polri), Kramat Jati, Jakarta Timur, untuk diotopsi. Penangkapan

Sementara itu, keberuntungan ada di petugas Kepolisian Sektor Jatiasih yang bereaksi setelah menerima informasi adanya perampokan. Dalam perjalanan menuju tempat kejadian perkara, petugas mendapat informasi mencurigakan bahwa ada seorang pemuda memaksa masuk rumah warga untuk membersihkan diri dan pakaian yang ada bercak darah. Rumah warga itu tidak jauh dari lokasi kejadian.

Petugas mendatangi rumah warga, mendekati, dan menanyai remaja itu. Namun, yang ditanya panik dan coba kabur sehingga ditangkap. Si remaja yang ternyata RN pun mengaku telah merampok seseorang. Dari pengakuan RN, petugas mengetahui bahwa aksi itu dilakukan oleh empat orang. Kemudian, petugas berhasil melacak dan menangkap A di suatu rumah kontrak di Wismajaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi.

A ternyata pemimpin komplotan perampok tersebut. Saat akan membawa A, datang lagi dua remaja yang kebetulan dicari petugas yakni KC dan AK. Dengan demikian, lengkaplah para pelaku perampokan itu ditangkap. Di luar empat siswa tadi, ternyata komplotan A masih beranggotakan tiga orang lagi yang diketahui berinisial T, J, dan S.

Ketiganya ini belum dipastikan apakah juga berstatus siswa SLTA atau dewasa. Namun, A menyatakan, ketiga tersangka yang kini buron itu juga terlibat dalam pelbagai aksi perampokan yang mereka jalankan.

Biaya Hidup
"Hasil rampok untuk biaya hidup dan bayar kontrakan," kata A. Satu sepeda motor hasil perampokan akan dijual kepada penadah senilai minimal Rp 2 juta. Hasil perampokan nantinya dibagi rata dengan anggota komplotan. Nah, A sempat bungkam soal identitas penadah dan lokasi penjualan hasil perampokannya tetapi informasi ini akhirnya sudah dalam kendali petugas.

Dalam setiap aksi, A yang siswa SMK swasta di Bekasi Timur itu ternyata selalu berperan sebagai eksekutor atau yang melukai korban. Kebengisan itu diduga karena posisinya sebagai pemimpin komplotan.

Tindakan komplotan ini memenuhi unsur pelanggaran Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan dan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Aksi mereka mengakibatkan korban meninggal dunia. Komplotan ini terancam hukuman penjara seumur hidup. Kurang Perhatian

Darurat Anak
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, amat prihatin dengan keterlibatan pelajar dalam kejahatan. Apalagi, perilaku dan tindakan pelaku tidak ubahnya bandit jalanan tetapi keji, bengis, dan tak welas asih.

Arist menyatakan, peristiwa ini harus menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat. Negara juga dinyatakan gagal memberikan rasa aman kepada warga dan perlindungan serta kenyamanan hidup bagi anak-anak.

Mengapa anak-anak itu sampai berani berkomplot dalam kejahatan? Arist menduga, para tersangka itu berasal dari keluarga tak harmonis, kurang perhatian, tidak punya kegiatan positif untuk menyalurkan energi masa muda, dan tidak terpenuhi kebutuhan ekonominya. Para remaja itu lebih suka berkumpul bersama sesama sebab tidak kerasan di keluarga atau masyarakat.

Padahal, saat berkumpul, ide-ide banyak muncul. Sayangnya, ide-ide negatif bahkan jahat pun juga muncul. Inspirasinya dari pergaulan dengan orang atau kelompok lain, tayangan kekerasan, atau permainan kekerasan. Yang membahayakan ialah ketika ide kekerasan atau kejahatan akhirnya diwujudkan demi memenuhi keinginan mereka misalnya akan hiburan.

"Dari peristiwa ini, mari sadar bahwa negara ini dalam kondisi darurat kekerasan terhadap dan oleh anak," kata Arist.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com