Jakarta, Kompas -
”Cukup banyak pencapaian Kemenkumham, khususnya dalam pengendalian penyakit menular HIV/AIDS dari warga binaan. Seorang terpidana teroris yang mendapat izin menjenguk istrinya yang sakit, kemudian melarikan diri, tidak bisa serta-merta dijadikan ukuran wujud kegagalan Kemenkumham,” kata Amir di sela-sela peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan Ke-49 di Jakarta, Sabtu (27/4).
Amir mengatakan, Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan Kemenkumham bertekad minimalkan perizinan terhadap terpidana, entah karena sakit atau kepentingan lain. Melindungi hak asasi tahanan atau narapidana yang harus menjalani perawatan memang merupakan kewajiban Kemenkumham, tetapi hal itu harus dilakukan dengan tertib dan benar.
Ditanya soal rekomendasi Tim Pengamat Pemasyarakatan tentang pemberian izin kepada Basri, Amir mengakui, ada kelemahan dalam pengawalan. Pengamanan yang wajar dinilai sangat di bawah standar, apalagi terkait pengamanan teroris.
”Tentu menjadi tugas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk menelusuri kejadian ini. Kami akan menyampaikan hasilnya sesegera mungkin kepada masyarakat karena publik berhak mengetahui apa yang terjadi,” ujar Amir.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan memang ada peluang izin bagi tahanan ataupun terpidana untuk kepentingan luar biasa. Kepentingan tersebut terdiri dari izin menjenguk keluarga yang sakit, keluarga meninggal, menjadi wali pernikahan, dan tindakan khusus yang tidak boleh diwakilkan, antara lain pembagian warisan.
Basri (30) alias Bagong divonis 19 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti terlibat dalam beberapa perkara terorisme. Perkara tersebut antara lain penembakan Pendeta Susiyanti Tinulele pada 18 Juli 2004, mutilasi terhadap Alvita Poliwo, Yarni Sambue, dan Theresia Morangkit pada 29 Oktober 2005, penembakan terhadap Ivon Nathalia dan Siti Nuraini pada 8 November 2005, peledakan bom senter di Kauwa pada 9 September 2006, dan melawan aparat saat ditangkap pada 22 Januari 2007.
Soal izin sakit mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin untuk dirawat di Rumah Sakit Abdi