Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batu Fosil Lebak Mendunia

Kompas.com - 28/04/2013, 18:42 WIB

RANGKASBITUNG, KOMPAS.com - Produksi batu fosil hasil kerajinan Kabupaten Lebak, Banten, sudah mendunia, bersamaan dengan terus meningkatnya permintaan konsumen internasional.

"Kami menerima laporan dari perajin bahwa batu fosil asli Lebak mampu menembus pasar Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Korea, Timur Tengah, dan Asean," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak, Wawan Kuswandi, di Rangkasbitung, Minggu (28/4/2013).

Menurut Wawan, selama ini permintaan batu fosil untuk pasar mancanegara meningkat, karena memiliki nilai seni tersendiri bagi kalangan mereka.

Kelebihan batu fosil Kabupaten Lebak, berasal dari aneka jenis pohon yang usianya berabad-abad tahun hingga menjadi bebatuan. Bahkan, batu fosil pohon kampar dari Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, dijadikan koleksi di Kantor Kementerian Kehutanan, Jakarta. Karena itu tidak heran jika batu fosil Lebak telah mendunia.

Para perajin menjual ke luar negeri melalui agen perusahaan eksportir di Jakarta, juga ada warga asing langsung membeli dengan mendatangi lokasi kerajinan.     Selain itu juga ada beberapa kolektor dari negara tertentu, seperti Amerika Serikat, Belanda, Jerman, dan Jepang memesan dengan pengiriman paket.

"Saya kira batu fosil Lebak memiliki keunggulan, selain memiliki seni cukup tinggi juga warnanya sangat alami serta usianya berabad-abad," ujarnya.

Wawan mengatakan, pemerintah daerah terus mendorong perajin batu fosil, agar berkembang dan bertahan juga dapat meningkatkan produksi karena bisa menyerap tenaga kerja lokal. Pihaknya juga terus melakukan promosi-promosi untuk memperkenalkan kerajinan batu fosil tersebut.

Selama ini, ujar dia, jumlah perajin batu fosil tercatat 16 unit usaha dan nilai investasi sekitar Rp 15 miliar, dengan produksi 4.125 ton per tahun. "Saya kira batu fosil lebih baik dibandingkan dengan negara lain, karena usia batu itu mencapai jutaan tahun," katanya.

Ia menyebutkan, perajin batu fosil tersebar di Kecamatan Sajira, Rangkasbitung, Cimarga, Maja, Cipanas dan Curugbitung. Daerah-daerah itu merupakan sentra produk batu fosil, karena bahan bakunya banyak ditemukan di hutan dan daerah aliran sungai.

Warga setiap hari menjualnya ke sejumlah perajin dengan kisaran antara Rp 5.000 hingga Rp 10.000 per kilogram.

Kerajinan batu fosil di Provinsi Banten yang ada hanya di Kabupaten Lebak, karena dirintis sejak 1970-an. Sebagian besar batu fosil itu dibuat kerajinan meja, kursi, asbak rokok, tempat tidur, dan suvenir.

Batu fosil dinilai sangat unik dari segi warna maupun jenis juga memiliki nilai seni cukup tinggi. Umumnya, kata Wawan, masyarakat dunia membeli batu fosil Lebak untuk keperluan perlengkapan perumahan juga taman.

"Biasanya, mereka digunakan untuk duduk-duduk sambil bersantai, sebab batu fosil cukup dingin dan kuat hingga jutaan tahun," katanya.

Pepen (45), perajin warga Cidengdong, Desa Sajira Timur, Lebak, mengaku  banyak menerima permintaan batu fosil berbentuk kursi dan meja dari sejumlah negara. "Mereka langsung mendatangi perajin batu fosil dan tidak melalui agen lagi, ujarnya.

Ia pun seringkali menampilkan pameran-pameran di Jakarta berkat bantuan pemerintah daerah. Selama ini pesanan dari pembeli dari Eropa dan Amerika Serikat antara lima sampai 10 paket kursi dan meja.

Selain itu, pihaknya juga banyak permintaan dari negara China, Thailand, Flipina dan Jepang. "Dengan banyaknya permintaan pasar luar negeri tentu bisa meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat," ujarnya.

Sumber: Antara

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com