Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5.000 Liter Solar Disita

Kompas.com - 28/04/2013, 04:28 WIB

 

MAKASSAR, KOMPAS - Penyelewengan bahan bakar minyak bersubsidi di daerah, seiring belum jelasnya keputusan pemerintah terkait harga BBM, terus terjadi. Hingga Sabtu (27/4), Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat menyita 5.000 liter solar ilegal. Kelangkaan solar pun masih terjadi.

Kepala Bidang Humas Polda Sulselbar Komisaris Besar Endy Sutendi, Sabtu, di Makassar, menjelaskan, solar ilegal itu disita dalam dua kali operasi penyergapan. Sebanyak 2.000 liter solar ilegal disita dari satu truk di Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar, Sulsel, Rabu lalu. Sementara 3.000 liter solar ilegal lainnya diamankan dari mobil boks di Jalan Sultan Hasanuddin, Makassar, Jumat lalu.

”Dua kasus itu berasal dari laporan warga yang curiga dengan aktivitas kendaraan di SPBU (stasiun pengisian bahan bakar untuk umum),” kata Endy.

Polisi mengamankan dua tersangka, yakni sopir truk Nasruddin (34) dan sopir mobil boks Reynold Decky Manuhutu (24). Menurut Endy, kedua tersangka mengaku akan menjual solar itu kepada seorang pengusaha di Makassar bernama Arsyad. ”Kami masih menelusuri penimbun BBM bersubsidi,” ujarnya.

Kurang diminati

Sementara itu, penggunaan solar nonsubsidi di Makassar kurang diminati masyarakat. Hal itu terlihat dari minimnya penjualan di SPBU yang khusus menjual solar nonsubsidi.

Syahrullah, pegawai SPBU Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Sabtu, mengatakan, meski beroperasi sejak Juli 2012, rata-rata penjualan solar nonsubsidi hanya 100 liter per hari. ”Disparitas harga yang tinggi membuat pengguna kendaraan pribadi memilih membeli solar bersubsidi,” ungkapnya.

Syahrullah berpendapat, satu faktor penyebab minimnya penggunaan BBM nonsubsidi, seperti Pertamax dan Pertamina Dex, karena tak adanya aturan tegas dari pemerintah. ”Selama ini sifatnya hanya imbauan sehingga dampaknya tak signifikan,” ujarnya. Pasokan solar di Sulsel pun relatif lancar sehingga pengguna kendaraan pribadi leluasa menggunakan BBM bersubsidi.

Namun, di sebagian wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, pasokan solar belum normal. Pengemudi truk dan bus masih mengalami pembatasan pembelian solar, yaitu Rp 100.000 hingga Rp 200.000 untuk setiap kali pembelian.

Akibat pembatasan pembelian solar itu, pengemudi terpaksa membeli solar di SPBU hingga tujuh kali, dari biasanya hanya empat kali, untuk menempuh rute Surabaya-Jakarta-Bekasi. Hal ini seperti diakui Suhardi, sopir truk PT Fajar Mulya, yang ditemui di Bekasi, Sabtu.

Suhardi membiasakan setiap masuk garasi truknya berisi penuh BBM agar selalu siap berangkat. Dari Surabaya, ia mengisi solar pertama di Kecamatan Tambakboyo, Kabupaten Tuban, Jatim. Di SPBU itu, pembelian maksimal Rp 100.000. Pengisian solar berikutnya dilakukan di Pati, Jateng. Pembelian pun dibatasi, maksimal Rp 200.000.

Ponidi, pengemudi truk dari PT Haragon, juga mengakui adanya pembatasan pembelian solar. Ia membeli solar di Kabupaten Tegal, Jateng, dan dibatasi maksimal Rp 100.000. Di Kabupaten Brebes, Jateng, ia boleh membeli solar di SPBU maksimal Rp 300.000. ”Pokoknya setiap ada SPBU yang ada solarnya, saya masuki. Khawatir kehabisan solar di jalan,” ujarnya.

Pantauan Kompas dari Brebes hingga Bekasi, solar tidak selalu tersedia di setiap SPBU. Di sejumlah SPBU pun terlihat antrean panjang truk dan bus untuk mendapatkan solar. (riz/aci)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com