PONTIANAK, KOMPAS -
Pengoplosan itu merupakan salah satu praktik ilegal yang ditemukan Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) Kalbar. Praktik itu sudah berlangsung minimal tiga bulan terakhir di sejumlah daerah di Kalbar.
Modus lain untuk memperoleh keuntungan lebih besar adalah dengan mengganti karung. Karung gula Malaysia diganti menggunakan karung palsu yang seolah-olah milik pabrik gula di Jawa.
Ketua Apegti Kalbar Syarif Usman Djafar Almuthahar, Rabu (24/4), mengatakan, pengoplosan itu dilakukan distributor-distributor ilegal yang ingin mengambil untung besar.
”Selisih harga gula ilegal dan gula resmi dari Jawa bisa mencapai Rp 2.000 per kilogram. Dengan mengoplos gula, distributor nakal bisa mendapatkan keuntungan berlipat dibandingkan dengan hanya menjual gula resmi,” kata Usman.
Saat ini harga gula dari Pulau Jawa rata-rata Rp 12.000 per kilogram di beberapa daerah di Kalbar. Sementara harga gula ilegal asal Malaysia hanya Rp 10.000 per kilogram.
Padahal, sebulan terakhir, gula ilegal asal Malaysia kembali marak beredar di wilayah Kalbar. Sedikitnya sudah 42 ton gula ilegal asal Malaysia yang disita kepolisian dan TNI dalam beberapa kali penangkapan, termasuk yang disita Kepolisian Resor Singkawang, Selasa lalu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Singkawang Ajun Komisaris Isbullah mengatakan, gula ilegal asal Malaysia itu disita dari sebuah bus jurusan Seluas (Kabupaten Bengkayang)-Singkawang dengan nomor polisi KB 7011 K. ”Dari hasil penyelidikan, polisi menetapkan tiga tersangka, yakni TN, KTB, dan NH. Mereka adalah sopir dan pemilik gula,” ujar Isbullah.
Polisi menyita 40 karung gula merek AAA seberat 2 ton serta 160 paket gula merek GPT dan CSR seberat 140 kilogram. Gula yang diangkut oleh tersangka dari Pasar Seluas itu berasal dari wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia di Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang. Wilayah tersebut belum diresmikan sebagai daerah perlintasan Indonesia dan Malaysia. Namun, wilayah itu bisa digunakan secara terbatas oleh masyarakat perbatasan yang hendak berbelanja di Pasar Serikin, Sarawak, Malaysia.
Gula asal Malaysia yang dibeli masyarakat itu lalu dikumpulkan dan dijual kepada penampung. Kemudian akan dijual ke luar wilayah perbatasan.
Praktik ini dilarang karena bahan makanan asal Malaysia hanya boleh beredar di wilayah kecamatan paling dekat dengan garis batas kedua negara. Ini sesuai dengan perjanjian perdagangan perbatasan tahun 1970. Tersangka akan dijerat dengan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.