Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertontonkan Akrobat Hukum

Kompas.com - 25/04/2013, 01:52 WIB

BANDUNG, KOMPAS - Eksekusi terhadap Komi- saris Jenderal (Purn) Susno Duadji, yang divonis 3 tahun 6 bulan penjara, Rabu (24/4), berlangsung dramatis karena Susno menolak putusan yang dianggapnya batal itu. Eksekusi di rumahnya di Bandung itu mempertontonkan akrobat hukum.

Susno pun meminta perlindungan polisi sebelum dieksekusi Kejaksaan. Dasar dari permohonan tersebut adalah menghindari kesewenang-wenangan jaksa yang mengeksekusi putusan yang seharusnya batal demi hukum.

Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri itu dibawa dari rumahnya di Resor Dago Pakar, Kabupaten Bandung, dengan pengawalan mobil patroli serta 60 petugas Direktorat Sabhara Polda Jawa Barat. Hal itu menjadi puncak drama eksekusi yang dilakukan tim gabungan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kejaksaan Tinggi Jabar, dan Kejaksaan Negeri Bandung.

Ahli hukum Yusril Ihza Mahendra, yang mendatangi rumah Susno, mengatakan, Susno sudah meminta perlindungan kepada kepolisian yang menjadi hak setiap warga negara. Dia menyerahkan pengamanan Susno kepada kepolisian. ”Dia harus dilindungi dari kesewenang-wenangan yang merampas kemerdekaan orang,” ujar Yusril, Ketua DPP Partai Bulan Bintang (PBB), partai tempat Susno berkiprah.

Rumah Susno di kompleks mewah di kawasan Bandung Utara itu sudah didatangi tim Kejaksaan sejak pukul 10.30. Sekitar enam jam terjadi perdebatan di dalam rumah antara Susno bersama kuasa hukumnya dan tim Kejaksaan. Wartawan tidak diperkenankan masuk. Sejumlah 20 anggota satgas dari PBB, Brigade Hizbullah, mendatangi rumah Susno. ”Kami mendapatkan perintah dari Dewan Pimpinan Pusat (PBB) untuk memberikan pengamanan kepada Susno,” kata Tatus Sundara, Wakil Sekretaris DPW PBB Jabar.

Fredrich Yunadi, pengacara Susno, mengatakan, dalam proses eksekusi itu, pengawal kliennya bisa mengambil keputusan menembak di tempat jika kliennya terdesak karena tidak bersedia untuk dieksekusi. ”Izin menembak itu sesuai prosedur tetap dari pengawal Susno. Jika yang dikawal merasa terdesak dan terancam, sang pengawal berhak atau memungkinkan untuk menembak,” ujarnya.

”Meski sudah pensiun, Susno masih berhak mendapatkan pengawalan dari pimpinan instansi terkait. Pengawal dari satuan detasemen khusus,” katanya.

Soal kemungkinan pengawalan itu dari arahan pimpinan Polri, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Suhardi Alius mengatakan, ”Tidak ada yang memberikan perintah seperti itu.” Mengenai tembak di tempat, Suhardi mengatakan, ”Tidak boleh sembarangan seorang polisi menembak.”

Menurut Suhardi, keberadaan polisi dalam proses eksekusi di rumah Susno itu untuk menjaga keamanan di lokasi. ”Proses eksekusi Susno adalah wewenang jaksa eksekutor. Tak ada sangkut pautnya dengan Polri,” katanya.

Yusril mengatakan, Susno tidak dapat dieksekusi karena Mahkamah Agung menolak kasasi jaksa dan Susno. Dengan demikian, putusan di pengadilan tinggi yang menyebutkan Susno bersalah otomatis batal.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi mengatakan, hingga malam, negosiasi di Polda Jabar masih berlangsung. Kejaksaan akan tetap berupaya mengeksekusi Susno. ”Saya minta terpidana dan pengacara memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat,” katanya.

Perlindungan hukum bagi terpidana yang akan dieksekusi, kata    Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, sebenarnya tidak ada. Eksekusi seharusnya tetap dilaksanakan.

Menurut Akil, eksekusi Susno yang disiarkan langsung stasiun televisi itu mempertontonkan akrobat hukum. ”Hukum mempertontonkan akrobatnya kepada kita, bagaimana penegak hukum itu sendiri yang mempermainkan hukum. Besok-besok, kalau Anda mau ditangkap polisi, minta perlindungan ke Polda Jabar ya,” ujarnya.

Mantan Ketua MK Mahfud MD menyebut, proses eksekusi Susno menunjukkan kekacauan di bidang hukum dan aparat penegak hukum. Proses eksekusi itu, ujar Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia M Nur Sholikin, makin memperlihatkan kekacauan hukum.

Susno dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam dua kasus, yaitu penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari senilai Rp 500 miliar dan kasus dana pengamanan Pilkada Jabar 2008 senilai Rp 8 miliar saat menjadi Kapolda Jabar. PN Jaksel menjatuhkan vonis 3,5 tahun penjara. Tak menerima putusan itu, Susno mengajukan banding dan kemudian kasasi yang ditolak MA.

Pihak Susno sempat mempersoalkan kesalahan dalam pengutipan nomor perkara. Achmad Sobari, dari humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, mengakui ada kekeliruan, tetapi tidak mengubah substansi.

Pihak Susno juga mempersoalkan tidak dicantumkannya Pasal 197 Ayat (1) Huruf k KUHAP terkait perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap ditahan atau dibebaskan di dalam putusan MA.

Mengacu Pasal 197 Ayat (2), tidak ada perintah itu dapat mengakibatkan putusan batal demi hukum. Namun, MK membatalkan Pasal 197 Ayat (2) tersebut pada 22 November 2012. (ELD/ANA/K04/FAJ/RYO/INA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com