Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hutan Aceh Terancam Perda RTRW

Kompas.com - 24/04/2013, 02:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Keutuhan hutan Aceh terancam bila Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Aceh disahkan. Rancangan perda itu memberi porsi besar penggunaan hutan untuk pertambangan dan perkebunan.

Luas hutan Aceh kini diperkirakan 3,34 juta hektar, dengan 1,2 juta ha dialokasikan untuk pertambangan dan perkebunan.

”Pembahasan Raperda RTRW perlu dihentikan. Pertimbangkanlah keberatan masyarakat sekitar hutan,” kata Direktur Greenomics Indonesia Elfian Effendi pada dialog publik ”Selamatkan Hutan Aceh”, di Jakarta, Senin (22/4). Pembicara lain, penasihat Muhammadiyah Aceh Tengku Imam Syuja dan perwakilan masyarakat Aceh Tamiang, Faisal.

Elfian juga meminta izin dan konsesi yang diberikan ketika Raperda RTRW disusun agar dicabut. ”Raperda RTRW belum disahkan, izin sudah diberikan. Itu menyalahi aturan,” ujarnya.

Menurut Faisal, masyarakat selalu jadi korban bencana gundulnya hutan. Di sisi lain, mereka dikriminalisasi ketika minta sebagian area hutan.

”Pertambangan dan perkebunan sawit menguasai ribuan hektar hutan. Sementara itu, kami sulit memiliki 1 hektar saja. Kalau banjir, periuk dan kompor kami disapu air, perusahaan itu santai melenggang,” katanya.

”Bila Raperda RTRW disahkan, lebih banyak mudaratnya bagi masyarakat Aceh. Banjir bandang niscaya akan terjadi lagi,” kata Tengku Imam Syuja.

Dana politik

Pada pembukaan diskusi, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menyampaikan, masalah hutan bermula dari banyaknya wilayah hutan yang tidak diatur jelas dalam regulasi.

”Luas hutan Indonesia 128 juta hektar, hanya 11 persen yang diatur dalam regulasi jelas. Izin yang dikeluarkan di wilayah hutan banyak amburadul. Motifnya, hutan jadi sumber dana pemilihan kepala daerah. Jika tak ditindak, negara rugi,” katanya.

Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, mengatakan, hingga tahun 2012, setidaknya 22 kasus korupsi terkait kehutanan ditangani KPK. ”Korupsi kehutanan dimulai dari penerbitan perundangan yang melegitimasi praktik terlarang di wilayah hutan. Implikasinya, diterbitkanlah izin,” katanya.

Di tempat terpisah, staf ahli Kementerian Kehutanan Bidang Hubungan Antar Lembaga San Afri Awang mengatakan, program pemberdayaan pengelolaan hutan dari Kemhut masih timpang karena tidak sesuai kultur daerah. Lokasi hutan untuk program didominasi perusahaan tambang. Ketimpangan itu antara lain pada program Pengarusutamaan Jender. (K03/K15)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com