Bengkulu, Kompas -
Demikian disampaikan Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Cabang Bengkulu Daniel Manurung, Minggu (21/4). Daniel mengatakan, saat ini dari 26 pabrik kelapa sawit yang ada di Provinsi Bengkulu, 16 pabrik tidak memiliki kebun sawit sendiri. Hal ini sudah tak proporsional.
Di Kabupaten Bengkulu Tengah, misalnya, pabrik CPO dengan kebun sendiri dikelilingi empat pabrik CPO tanpa kebun dalam radius maksimal 5 km.
Daniel mengatakan, situasi itu akan melahirkan persaingan tak sehat. Pabrik yang tak punya kebun akan bersaing dengan pabrik lain yang memiliki kebun untuk mendapatkan tandan buah segar (TBS). Dikhawatirkan terjadi pencurian TBS akibat persaingan harga antarpabrik.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu Ricky Gunarwan mengatakan, awalnya pabrik tanpa kebun muncul dan diakomodasi pemerintah untuk mengatasi tak seimbangnya hasil panen kelapa sawit rakyat dengan ketersediaan pabrik pengolah CPO. Banyak TBS sawit milik petani yang tak tertampung pabrik sehingga petani merugi.
Pabrik tanpa kebun dimungkinkan berdiri dengan syarat memiliki kerja sama tertulis dan kontinu dengan petani sawit. Pabrik pengolahan CPO harus memiliki kebun plasma sendiri. Dengan demikian, sumber TBS pabrik tersebut jelas.
Saat ini terdapat sekitar 200.000 hektar perkebunan sawit di Bengkulu dan 60 persen adalah perkebunan rakyat.
Ricky menambahkan, pada era otonomi daerah, kepala daerah memiliki kewenangan yang besar terkait investasi di daerah. Kepala daerah berwenang menerbitkan izin pendirian pabrik pengolahan sawit demi kepentingan pendapatan asli daerah.
Pada situasi seperti itu, ujar Ricky, terkadang izin pabrik pengolahan sawit oleh pemerintah daerah tak sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007.