Jakarta, Kompas -
Hal itu diungkapkan Barkah dalam sidang perkara terorisme dengan terdakwa Triyatno, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (18/4). Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Encep Supriyadi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nita juga menghadirkan saksi Badri Hartono dan Joko Tri Prianto.
Barkah menambahkan, pelatihan pembuatan bahan peledak dilakukan di rumah Rudi Kurnia. Penitipan satu botol cairan peledak kepada Triyatno itu dilakukan setelah terjadi bentrok kelompok Barkah atau ikhwan-ikhwan dengan kelompok preman di Gandean, Surakarta.
”Saya tahu (nitrogliserin) bisa meledak setelah saya lempar ke tembok,” kata Barkah. Pelemparan itu terjadi saat ada bentrokan kelompok Barkah dengan preman di Gandean. Ia menambahkan, pelatihan pembuatan bom itu dilakukan untuk ikut andil dalam berjihad.
Dalam buku Kamus Kimia Organik terbitan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1978 diuraikan, nitrogliserol (nitroglycerine) adalah bahan peledak yang dibuat oleh reaksi asam nitrat dan asam sulfat pada gliserol.
Saksi Joko juga mengakui
Menurut JPU Nita, terdakwa Triyatno didakwa menerima
Joko juga mengakui, ia bersama Barkah dan Triyatno pernah ke Ambon, akhir Desember 2011, untuk melihat anggota keluarga dan tambang emas di Pulau Buru. Ia mengaku tidak tahu jika Barkah bermaksud mengajarkan pelatihan merakit bom.
Joko mengaku pernah ke Ambon bersama Barkah. Di Ambon, Barkah berinisiatif mengajarkan cara merakit bom (switching)
Dalam sidang yang terpisah dengan terdakwa perkara terorisme Bayu Setyono, saksi Firman mengaku pernah beberapa kali bertemu Bayu bersama Muksin dan Farhan untuk perampokan (fa’i). Firman juga pernah membeli pisau komando dan menyerahkan ke Bayu.