Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Tak Halangi Keterwakilan Perempuan

Kompas.com - 17/04/2013, 02:48 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menegaskan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD sudah memberi peluang dan kesempatan yang memadai bagi bakal calon anggota legislatif perempuan untuk turut berkecimpung dalam politik praktis. Kuota 30 persen keterwakilan perempuan yang diatur dalam UU itu dinilai berpihak pada upaya penguatan dan pemberdayaan perempuan.

Hal itu disampaikan perwakilan pemerintah dan DPR dalam sidang uji materi UU Pemilu, khususnya terkait pasal 30 persen keterwakilan perempuan, Selasa (16/4). Sidang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, sementara pihak pemerintah diwakili Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek dan pihak DPR diwakili anggota Komisi III, Martin Hutabarat.

Permohonan tersebut diajukan sejumlah LSM dan perempuan aktivis. Dalam sidang sebelumnya, pemohon mempersoalkan rumusan dalam UU Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mengandung ketidakpastian hukum dan memunculkan penafsiran berbeda-beda. Pasal-pasal yang berkaitan dengan keterwakilan perempuan itu mengandung frasa yang tidak tegas sehingga merugikan pemohon.

Terkait dalil itu, Martin mengungkapkan, UU Pemilu, khususnya Pasal 56 Ayat (2) dan Pasal 215 Huruf b, sebenarnya telah memberikan ruang untuk dipertimbangkannya keterwakilan perempuan dalam penentuan calon terpilih jika terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan suara terbanyak dengan perolehan sama. Ketentuan itu sama sekali tidak menghalang- halangi bakal caleg perempuan ditempatkan pada nomor urut kecil (satu, dua, atau tiga).

Demikian pula dengan Pasal 56 Ayat (2), menurut Martin, ketentuan itu justru menegaskan, harus ada bakal caleg perempuan sekurang-kurangnya satu orang dari tiga bakal caleg. Frasa ”sekurang-kurangnya” dalam pasal itu bermakna jumlah caleg bisa lebih dari satu orang. Penjelasan itu telah memberi penguatan kesempatan bagi perempuan.

Reydonnyzar mengatakan, sebetulnya kebijakan politik dalam UU Pemilu ini sudah berpihak pada pemberdayaan dan penguatan peran perempuan dalam sistem pemilu.

Pasal keterwakilan perempuan tersebut dimintakan uji materi oleh sejumlah LSM, di antaranya Pusat Pemberdayaan Perempuan dalam Politik, Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, Lembaga Partisipasi Perempuan, Perhimpunan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat, Wanita Katolik RI, Yayasan Institut Pengkajian Kebijakan dan Pengembangan Masyarakat, Women Research Institute, dan Yayasan Melati 83.

Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 215 Huruf b UU Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD bertentangan dengan Pasal 28 H Ayat (2) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan perolehan suara calon pada daerah pemilihan dengan mengutamakan keterwakilan perempuan.

Pemohon juga meminta penjelasan Pasal 56 Ayat (2) UU yang sama bertentangan dengan Pasal 28 H Ayat (2) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai dalam setiap tiga bakal calon, calon perempuan dapat ditempatkan pada urutan satu, dan atau dua, dan atau tiga, dan demikian seterusnya. Caleg perempuan tidak hanya ditempatkan pada urutan tiga, enam, dan seterusnya. (ANA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com