Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prinsen Park, Kenangan akan Taman Budaya

Kompas.com - 12/04/2013, 04:04 WIB

Hin Hie dikenal sebagai raja ikan asin terbesar. Basis bisnisnya di Bagansiapi-api, Riau.

Dardanella

Prinsen Park semakin ingar-bingar setelah munculnya persaingan antara kelompok Orion (1925) dan kelompok Dardanella (1926) dari Sidoarjo, Jatim. Kedua kelompok ini menjadi cikal bakal sandiwara modern Indonesia.

Mereka merombak beberapa tradisi di masa stambul, seperti membuat pembagian episode yang lebih ringkas, menghapus adegan perkenalan para tokoh sebelum bermain, menghilangkan selingan nyanyian atau tarian di tengah adegan, dan menghapus kebiasaan memainkan lakon hanya dalam satu malam pertunjukan.

Kedua kelompok sandiwara ini melahirkan nama-nama besar artis panggung Indonesia. Kelompok Orion melahirkan Miss Riboet dan Fifi Young. Sementara kelompok Dardanella melahirkan nama Ferry Kock, Miss Dja, Tan Tjeng Bok, dan Astaman yang dikenal sebagai ”The Big Five”.

Tahun 1934, kelompok Orion tutup setelah kalah bersaing dengan kelompok Dardanella. Saat itu, seorang produser pemilik perusahaan film Jawa Industrial Film (JIF), The Teng Chun, sedang mengawali usahanya. Pria kelahiran Jakarta, 18 Juni 1902, ini sadar, untuk menarik penonton film dibutuhkan kehadiran para bintang panggung. Ia pun melirik Tan Tjoei Hock, pria kelahiran Jakarta, 15 April 1908.

Dengan mudah, Tjoei Hock membujuk para bintang panggung di Prinsen Park bergabung dengan JIF. Sebab, ia sudah sering membantu kegiatan teater di sejumlah tempat pertunjukan di sana. Para bintang panggung pun tak asing lagi dengan Tjoei Hock. Bintang yang bergabung dengan JIF, antara lain, Tjeng Bok, Moh Moctar, Bissu Usman, dan Hadidjah.

Tahun 1939, Teng Chun memberi kesempatan Tjoei Hock menjadi sutradara film. Perusahaan film pun mulai bertebaran di sekitar Prinsen Park sampai kawasan Hayam Wuruk-Gajah Mada.

Sederet nama bintang film pun muncul. Bissu dalam film pertama Tjoei Hock, Oh Iboe, dan Tjiandjoer (1938); Tjeng Bok dengan film perdananya, Srigala Hitam (bermain bersama Moh Moctar dan Hadidjah, ibunda violis Idris Sardi); serta tentu saja Roekiah dengan film pertamanya yang meledak, Terang Boelan (1937). Roekiah yang meninggal di usia 28 tahun adalah ibunda penyanyi flamboyan Rachmat Kartolo.

Menurut Remy Silado, sejarah musik jazz di Indonesia juga berawal dari Prinsen Park. Saat muncul di Prinsen Park, musik jazz di Batavia diwarnai musik New Orleans berunsur march, ragtime, dan dance hall music. Pencipta lagu Indonesia Raya, Wage Rudolf Supratman, pada tahun 1920-an membentuk kelompok jazz, Black & White, dan sering tampil di Prinsen Park.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com