Garut, Kompas
”Sejak pertama kali dipantau tahun 1985, belum pernah ada rekaman tremor panjang dan lama seperti sekarang. Kami belum meningkatkan status Waspada, masih mempelajari tren peningkatan tremor,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono di Pos Pengamatan Gunung Guntur di Garut, Selasa (9/4).
Tremor vulkanik adalah getaran menerus di sekitar gunung api. Tremor akibat aktivitas magma, gas, atau leleran lava.
Menurut Surono, tremor menerus tercatat lama dan panjang sejak Senin, 1 April 2013. Saat itu, terekam tremor beramplitudo 10-15 milimeter pada pukul 07.00-17.58. Sempat turun dan tak terekam, tremor kembali meningkat empat hari kemudian. Selama dua hari, terekam tremor beramplitudo 2-4 mm selama 16 jam.
Tak berhenti di sana, tremor muncul lagi hari ini (Selasa). Sejak pukul 07.50-14.00, masih terekam amplitudo 2-4 mm.
”Tren peningkatannya memang kecil dan perlahan, tapi lama. Peningkatan aktivitas 1994, terlama terekam tremor 30 menit. Bahkan, saat krisis gempa vulkanik 1997 dan 1999 tak terekam seperti ini,” kata dia.
Menurut Surono, peningkatan aktivitas tremor itu tak otomatis meningkatkan status gunung dari Waspada ke Siaga. Bila tren peningkatan tremor terjadi drastis dan lama, barulah meningkatkan status jadi Siaga. Bila ditetapkan Siaga, radius daerah yang harus dikosongkan mencapai 5 km.
Saat ini, sekitar 4.000 orang menggantungkan hidup di sektor pariwisata, 4 kilometer dari puncak. ”Kami minta Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jabar bisa memberi pemahaman tentang potensi bencana ini pada masyarakat sekitar,” katanya.
Kepala BPBD Jawa Barat Udjawalprana Sigit mengatakan, siap menerjunkan 1.000 relawan bencana untuk memberi informasi kepada masyarakat tentang potensi letusan Guntur. Sejauh ini, sarana evakuasi hingga kontigensi bencana bagi masyarakat sekitar Guntur telah disiapkan.