Maumere, Kompas
”Penanganan pengungsi Palue yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sikka sejauh ini menunjukkan tak berperspektif jender. Boleh dikatakan negara lalai, khususnya dalam memberikan perhatian dan perlindungan kepada perempuan dan anak-anak. Padahal, justru dalam menghadapi bencana, perempuan mengalami beban berlipat ganda. Dan, sampai saat ini pengungsi yang meninggal sebanyak sembilan orang, semuanya perempuan dan anak-anak,” kata anggota Badan Pengurus Caritas Indonesia, Pater Eman Embu SVD, Selasa (9/4), di Sikka.
Pater Eman yang juga peneliti pada Candraditya Research Centre Maumere itu aktif menyalurkan bantuan bagi warga Palue, baik yang mengungsi ke Sikka, Kabupaten Ende, maupun desa lain di wilayah Palue. Bantuan, di antaranya beras dan air minum, telah disalurkan melalui Caritas Keuskupan Maumere.
Pemkab Sikka hanya menyediakan satu posko pengungsi resmi, yakni di aula Transito. Namun, daya tampung hanya 46 keluarga. Kabid Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Pemantauan kesehatan pengungsi dilakukan dinas kesehatan. Pemeriksaan dilakukan secara rutin, tetapi tidak tahu persis apakah dilakukan dua atau tiga kali dalam seminggu.
”Umumnya pengungsi yang meninggal karena sudah menderita sakit sejak dari Palue. Kondisi mereka makin parah. Ketika dibawa ke RS Umum Daerah TC Hillers tak tertolong lagi. Walau harus diakui tidak lepas dari keterbatasan, pelayanan dari pemerintah telah diberikan secara maksimal,” tutur Bakri.