Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsekuen, Pangdam Minta Mundur

Kompas.com - 09/04/2013, 02:13 WIB

Jakarta, Kompas - Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Rukman Ahmad menjelaskan, Panglima Kodam IV/Diponegoro Mayor Jenderal Hardiono Saroso yang diganti sebelumnya meminta mundur kepada Kepala Staf TNI AD Jenderal Pramono Edhie Wibowo. Permintaan mundur itu sebagai konsekuensi pernyataannya terkait tidak adanya keterlibatan TNI dalam penyerbuan dan pembunuhan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta.

”Minta diganti sebagai bentuk tanggung jawab pimpinan. Jadi bukan diberhentikan mendadak,” kata Rukman di Jakarta, Senin (8/4).

Serah terima jabatan Pangdam IV/Diponegoro dari Hardiono kepada Mayjen Sunindyo dilakukan secara internal di Ruang Nasution Mabes TNI AD, kemarin. Hardiono menjadi Pangdam sejak Juli 2012. Serah terima jabatan secara internal berlangsung dua tahun terakhir.

Sunindyo yang menggantikan Hardiono adalah perwira tinggi lulusan Akademi Militer tahun 1983; pernah menjadi Komandan Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura; Asisten Personel Kepala Staf TNI AD; dan Komandan Resimen Induk Kodam Diponegoro di Magelang, Jawa Tengah.

Kepala Penerangan Kodam IV Diponegoro Kolonel Inf Widodo Rahardjo mengemukakan, acara pisah sambut sedang disiapkan di Kodam IV/Diponegoro.

Sementara itu, Direktur Program Imparsial Al Araf mengingatkan rentang tanggung jawab Kopassus yang menjadi tersangka penyerbuan ke LP Cebongan bukan kepada Pangdam IV/Diponegoro. ”Menindak Pangdam itu tidak relevan. Kopassus bergerak seizin Dan Grup, Danjen, KSAD, Panglima TNI, serta Panglima Tertinggi TNI, yakni Presiden,” ujar Al Araf.

Terkait 11 tersangka anggota Kopassus yang terlibat dalam penyerangan LP Cebongan, Rukman mengatakan, mereka sudah ke Semarang, Jawa Tengah.

”Mereka ditangani pengadilan militer dan tidak diadili di peradilan umum. Proses penyidikan dijalankan Pusat Polisi Militer. Ini tidak melibatkan polisi sebagaimana sudah dinyatakan Polri,” kata Rukman.

Sudah proporsional

Sementara itu, terkait pernyataan mantan Pangdam Jaya Letjen (Purn) Sutiyoso yang mengusulkan agar peran TNI yang hanya mengurus pertahanan dievaluasi, sejumlah akademisi menilainya tidak diperlukan.

”Peran TNI menyusul era Reformasi justru sudah sangat proporsional. Yang mesti dilakukan kini adalah memulihkan kondisi psikologis TNI, yakni dengan melakukan reorientasi sistem pendidikan dan pembinaan di lingkungannya secara total,” kata dosen Hukum Tata Negara Universitas Nusa Cendana, Kupang, John Kotan, kemarin.

Dosen Sosiologi Politik Fisipol Undana, Lasarus Jehamat, berpendapat, keterlibatan anggota TNI dalam berbagai tindak kekerasan itu sebagai bukti menguatnya repressive state apparatus dalam konteks bernegara. Selain itu, TNI di Indonesia juga dinilainya terjebak dalam kegenitan akut karena tidak ada ruang untuk berperang dan berpolitik.(ONG/WHO/ANS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com