Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melindungi Karst dari Eksploitasi

Kompas.com - 05/04/2013, 03:48 WIB

ASWIN RIZAL HARAHAP

Sebagai aktivis pencinta alam, Andi Ilham (32) tak ingin sekadar menyalurkan hobi naik gunung. Bersama teman-temannya, ia giat memetakan situs prasejarah di kawasan karst Rammang-Rammang sejak lima tahun silam. Mereka juga giat melindungi perbukitan kapur itu dari ancaman eksploitasi.

Pada awal September 2011, tim survei dari perusahaan marmer asal Jakarta tiba di Dusun Rammang-Rammang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Mereka mematangkan rencana eksplorasi sebuah bukit kapur yang diincar untuk tambang marmer. Hal itu mengejutkan warga yang tak pernah mendapat sosialisasi sebelumnya.

”Kami tak kuasa menolak karena pihak perusahaan memegang izin usaha pertambangan,” ungkap Muhammad Ali, Kepala Dusun Rammang-Rammang. Ia lalu meminta bantuan Lembaga Bumi Mentari (LBM)—wadah Ilham dan kawan-kawannya—berkiprah agar bukit yang biasa disebut warga setempat ”Bulu Barakka” itu bebas dari aktivitas tambang.

Ilham tak tinggal diam dan membawa kasus itu ke DPRD Maros. Setelah menunjukkan bukti keberadaan goa prasejarah Leang Tianang di dalam bukit, DPRD akhirnya melarang aktivitas pertambangan di Rammang-Rammang. ”Perusahaan sempat menawari uang Rp 350 juta, tetapi kami tolak,” ujar Ilham yang menjabat Ketua LBM.

Menurut Ilham, jalur eksploitasi tambang marmer akan menggusur Leang Tianang. Padahal, di dalam situs itu terdapat puluhan gambar yang menyerupai perahu, orang, pohon, serta telapak tangan berwarna merah dan hitam. Hasil penelitian dengan karbon yang dilakukan Belanda pada 1930 menandakan lukisan itu asli dan diperkirakan berusia 9.000-30.000 tahun. Di dalam sejumlah goa bahkan ditemukan sampah dapur manusia purba berupa cangkang karang dan alat batu.

Sejak menelusuri kawasan karst Maros-Pangkep lima tahun lalu, LBM sedikitnya telah menelusuri 53 goa. Sebanyak 30 goa berada di kawasan Rammang-Rammang seluas 2.000 hektar. Beberapa goa bahkan menyimpan tinggalan prasejarah, seperti Leang Karrasa, Leang Marrung, Leang Batu Tangkisan, dan Leang Tianang.

Kawasan Rammang-Rammang cukup unik karena lokasinya terpisah dari rangkaian karst seluas 300.000 hektar yang memanjang dari Maros hingga Pangkep.

Itu sebabnya, meski kaya peninggalan prasejarah, kawasan karst Rammang-Rammang belum masuk dalam zona lindung Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (TNBB). Dengan potensi kandungan marmer hingga 2.609 juta ton, Rammang-Rammang jadi incaran perusahaan tambang yang hendak memperluas konsesi.

Melalui LBM, Ilham dan teman-temannya melindungi Rammang-Rammang agar tidak ditambang. ”Kami sengaja fokus menjaga Rammang-Rammang karena kawasan karst lain yang berada di dalam TNBB relatif aman,” kata Ilham.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com