Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masuk Partai, Susno Mengaku Didukung Kapolri

Kompas.com - 27/03/2013, 15:50 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji bergabung ke Partai Bulan Bintang (PBB). Dia mengaku langkah ini mendapat dukungan dari Kapolri.

"Saya berterima kasih kepada Kapolri yang telah men-support saya masuk partai," kata Susno di Kantor DPP PBB, Jakarta Selatan, Rabu (27/3/2013). Dia menyampaikan kegembiraannya dapat diterima PBB. Namun, ia belum terpikir untuk mendaftar sebagai calon legislatif dari PBB.

Susno mengaku saat ini masih belajar bergelut di dunia politik. "Ya, saya bergembira, happy masuk PBB, jadi nanti sajalah (soal caleg)," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum PBB MS Kaban percaya Susno tidak bersalah dalam kasus korupsi yang dituduhkan. Menurutnya, Susno hanya menjadi korban penegakan hukum yang tidak adil. Justru, menurut Kaban, Susno memiliki latar belakang yang baik, khususnya di bidang hukum.

Kaban berharap Susno dapat memberi semangat baru di PBB menghadapi Pemilu 2014. "Saya kira ke depan kita akan sangat mengutamakan persoalan penegakan hukum di Indonesia supaya tidak terjadi lagi pengulangan peristiwa seperti yang terjadi pada beliau," terang dia.

Susno juga menganggap kasus hukumnya selesai. Dia bersikeras tidak dapat dieksekusi hukuman penjara karena putusan Mahkamah Agung tidak mencantumkan perintah penahanan.

Seperti diketahui, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan melayangkan surat panggilan eksekusi untuk terdakwa kasus korupsi penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan kasus dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008 itu.

Namun, Susno melalui kuasa hukumnya Fredrich Yunadi menganggap surat pemanggilan tidak sah. Menurut Fredrich, surat itu seharusnya ditandatangani oleh Kepala Kejari Jaksel Masyhudi, bukan Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Arief Zahrulyani.

Pada surat pemanggilan eksekusi ketiga, Susno kembali tidak hadir dan diwakilkan kuasa hukumnya, Fredrich. Susno bersikeras tidak dapat dieksekusi untuk hukuman penjara 3 tahun 6 bulan.

Menurut Susno, dalam putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasinya tidak tertulis perintah penahanan. Putusan tersebut hanya menolak permohonan kasasi dan membebankan biaya pekara kepada terdakwa sebesar Rp 2.500. Selain itu, pihak Susno menilai, putusan Pengadilan Tinggi Jakarta cacat hukum karena salah dalam menuliskan nomor putusan Pengadilan Negeri Jaksel.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Geliat Politik Jelang 2014

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Nasional
    Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

    Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com