Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertaruhan Wibawa Hukum

Kompas.com - 25/03/2013, 01:59 WIB

Jakarta, Kompas - Penyerbuan terhadap Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, dan menewaskan empat penghuninya, merupakan masalah yang sangat gawat. Ini membutuhkan penanganan serius. Wibawa penegakan hukum di negeri ini pun dipertaruhkan.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana berharap kepolisian bisa mengungkap gerombolan orang bersenjata yang menyerbu LP Cebongan tersebut. Kementerian Hukum dan HAM akan memberikan dukungan sepenuhnya. ”Kementerian Hukum akan full power dan full support agar pelakunya segera terungkap dan dihukum setimpal atas perbuatan keji mereka. Jangan lupa, dalam kasus ini sipir-sipir kami juga jadi korban. Jadi, kami pun punya tanggung jawab mengungkap pelakunya. Siapa pun mereka,” ujar Denny, Minggu (24/3).

Sabtu dini hari lalu, sekitar 17 orang bersenjata memaksa masuk LP Cebongan. Mereka melukai dua petugas LP dan menembak mati empat tahanan titipan Polda DI Yogyakarta dalam kasus pembunuhan Sersan Satu Santoso di Hugo’s Café, Yogyakarta.

Lebih lanjut Denny mengungkapkan, pihaknya akan membawa persoalan tersebut dalam rapat antara Mahkamah Agung, Kementerian Hukum, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian yang akan dilaksanakan hari ini pukul 10.00. ”Masalah ini akan saya diskusikan, khususnya dengan Polri,” katanya.

Penyerangan tersebut memperlihatkan kelemahan mencolok penjagaan oleh aparat negara terhadap tahanan. Bukan langkah yang bisa ditolerir jika semua aparat negara mengelak karena merasa sudah menjalankan tindakan sesuai dengan prosedur. ”Buktinya, faktor lemahnya perlindungan atau penjagaan telah dimanfaatkan oleh pelaku,” ujar pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Topo Santoso.

Menurut Topo, dari perspektif kriminologi, khususnya teori routine activity, insiden itu bisa terjadi karena ada pihak yang memiliki motif tertentu, ada sasaran yang dianggap lemah, dan juga kurangnya perlindungan atau penjagaan. ”Dalam perspektif teori tadi, kalau tiga hal tersebut ketemu, maka terjadi kejahatan,” kata Topo. ”Dalam konteks penyerbuan di LP Cebongan, ketiganya terpenuhi,” katanya.

Peristiwa itu, ujar Wakil Ketua Komisi III DPR Tjatur Sapto Edy, menunjukkan komunikasi antaraparat tidak mulus. ”Jika komunikasi antaraparat penegak hukum baik, semestinya segala tindakan anarkistis seperti penyerangan ini dapat dicegah atau diminimalisasi dampak atau korbannya,” ujar Tjatur di Temanggung.

Kemarin, Direktur Keamanan dan Ketertiban Direktorat Jenderal Permasyarakatan Wibowo Joko mengungkapkan, kondisi LP Cebongan mulai normal. Pihak LP sudah membuka (menerima) kunjungan keluarga (narapidana dan tahanan) meskipun tidak sebanyak kunjungan pada hari-hari biasa.

Wibowo mengungkapkan, peristiwa Sabtu dini hari lalu menimbulkan trauma bagi pegawai LP Cebongan. ”Nyali mereka memang sempat drop. Namanya juga kejadian seperti itu. Mereka, kan, tidak pernah dilatih untuk berperang, menghadapi kelompok bersenjata,” ujar Wibowo.

Kuasa hukum empat korban tewas, Rio Rama Baskara, mencium ada indikasi pembiaran. ”Setelah penyerangan, polisi tidak menutup jalur-jalur keluar Yogyakarta. Padahal, begitu diketahui ada penembakan, seharusnya seluruh pintu keluar Yogyakarta dijaga ketat,” katanya.

Apalagi, keempat korban, yaitu Yohanes Yuan Manbait, Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, dan Hendrik Angel Sahetapy alias Deki, menjadi tanggung jawab penuh Polda DI Yogyakarta yang dititipkan di LP Cebongan.

Namun, Kapolda DI Yogyakarta Brigadir Jenderal (Pol) Sabar Rahardjo mengatakan, pemindahan keempat tahanan ke LP Cebongan itu karena ruang tahanan di Markas Polda DI Yogyakarta rusak. Mereka dipindahkan pada Jumat (22/3) siang atau sehari sebelum penembakan.

Menurut informasi Kepala Bidang Humas Polda DI Yogyakarta Ajun Komisaris Besar Anny Pudjiastuti, di ruang tahanan tempat penembakan ditemukan 31 selongsong peluru kaliber 7,62 milimeter. Akan tetapi, pihaknya belum bersedia menyebutkan jenis senjata apa yang digunakan oleh para penembak.

Kepala Penerangan Kodam IV/Diponegoro Kolonel (Inf) Widodo Raharjo mengatakan, hingga Minggu belum ada perkembangan soal kasus penembakan itu. ”Masih dalam penyelidikan. Pangdam sudah memberi penjelasan bahwa tidak ada anggota TNI terlibat. Penembak bukan anggota Kopassus,” ujar Widodo.

Saat ini, menurut Tjatur, kasus penyerangan itu dalam penyelidikan tim koneksitas TNI-Polri. Dari penyelidikan dapat segera diketahui siapa pelaku dan motif perbuatannya. ”Kami berharap, dalam jangka waktu sebulan dari sekarang, kasus ini sudah terungkap dengan jelas,” ujarnya.

Prihatin terhadap kekerasan dan pelanggaran hukum itu, masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Yogyakarta menggelar doa dan aksi damai di perempatan Tugu, Minggu malam. Pada waktu yang sama, aksi serupa digelar di Bundaran Hotel Indonesia.

Sebelum peristiwa penembakan, Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X sebenarnya merencanakan pertemuan antara perwakilan masyarakat NTT, kepolisian, dan TNI untuk melakukan dialog perdamaian pada Rabu (27/3) mendatang. Akan tetapi, sebelum pertemuan terlaksana justru terjadi aksi penembakan itu. (ANA/DIK/K04/ABK/EGI/SON)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com