Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tertimpa Tembok, Sanitro Bingung Cari Biaya Berobat

Kompas.com - 18/03/2013, 18:41 WIB
Kontributor Pamekasan, Taufiqurrahman

Penulis

PAMEKASAN, KOMPAS.com — Sebuah gubuk berukuran 2 x 2 meter menjadi tempat tinggal sehari-hari Sanitro (50), warga Dusun Konang Barat, Desa Konang, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur.

Pria yang kini mengalami cacat seumur hidup setelah tulang paha dan pinggulnya remuk karena tertimpa tembok pagar masjid enam bulan yang lalu hanya meratap sedih menikmati sisa hidupnya tanpa didampingi istrinya, Sulastri (45).

Kulitnya yang hitam karena kerasnya sengatan matahari saat menjadi kuli bangunan membungkus tulang tubuh Sanitro yang sehari-harinya hanya terbaring lemah tak berdaya di atas kasur tipis dan bantal kusam yang disusun untuk memudahkannya duduk dan bangun dari tidurnya.

Di perut sebelah kiri menyembul selang plastik yang dipasang dokter, berfungsi untuk saluran kencing. Sementara di perut sebelah kanan juga menyembul selang warna putih kecoklatan, berfungsi untuk saluran membuang air besar.

Tak ada selimut untuk menemaninya saat kedinginan. Hanya selembar sarung kotak-kotak berwarna coklat menjadi penutup tubuhnya. Sanitro sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan mengakhiri segala aktivitasnya sebagai kuli bangunan pasca-dirinya tertimbun tembok pagar masjid.

Kejadian itu masih segar di ingatan Sumitro. "Saat itu, saya dan teman-teman yang lain sedang menggali tembok pagar masjid untuk dirobohkan karena ada proyek pelebaran jalan. Tiba-tiba tembok itu roboh saya tertimpa," kata Sanitro, Senin (18/03/2013), sambil mengenang kejadian pilu itu.

Saat kejadian, Sanitro langsung dilarikan ke rumah sakit. Seluruh keluarganya panik karena tidak punya biaya untuk perawatan. "Yang penting mertua saya selamat dulu, soal biaya belakangan," kata Suherman, menantu Sanitro.

Di rumah sakit Pamekasan, Sanitro tidak bisa ditangani karena terbatasnya peralatan. Dokter meminta keluarganya untuk dirujuk ke Surabaya. Di Surabaya, Sanitro langsung dioperasi dengan biaya gratis. Namun, patah tulangnya di paha dan pinggulnya tidak bisa disembuhkan karena sudah remuk. Pihak keluarga memutuskan untuk membawa pulang Sanitro dan dirawat di rumahnya.

Sanitro sendiri saat mengalami kecelakaan sedang bekerja kepada salah satu kontraktor yang bergerak di bidang konstruksi. Musibah yang menimpanya kurang mendapat perhatian dari pemegang proyek pelebaran jalan. Pasalnya, pihak kontraktor hanya memberikan uang kepada Sanitro kurang lebih Rp 3 juta.

"Uang itu sama sekali tidak cukup untuk biaya perawatan selama di rumah sakit dan mondar-mandirnya ke Surabaya," kata Suherman.

Keluarga Sanitro pernah meminta tambahan biaya sebagai bentuk tanggung jawab kontraktor yang sudah mempekerjakan Sanitro, tetapi tidak pernah diberi lagi dan hanya dijanjikan terus menerus. Alasannya proyeknya belum selesai dikerjakan. Akibat kerap hanya dijanjikan santunan untuk meringankan biaya, akhirnya Sanitro tidak pernah meminta lagi kepada pihak rekanan.

Satu-satunya cara ialah mengeluarkan biaya sendiri dengan meminjam kepada tetangga dan saudara-saudara Sanitro. "Saya tidak tahu pasti berapa biaya yang sudah dihabiskan. Namun, kalau sepuluh juta, mungkin sudah dihabiskan untuk biaya," terang Suherman.

Sebelum mengalami kecelakaan, Sanitro menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Namun, peran itu kemudian diambil alih kakak perempuannya, Mistiah (55). Mistiah harus bekerja serabutan menjadi buruh tani untuk membiayai hidup adiknya dan orangtuanya, Jasmani (80), yang sudah renta.

"Bekerja apa pun saya lakukan agar adik dan ibu saya bisa makan," ungkap Mistiah.

Selain dari hasil bekerja, ada beberapa tetangganya yang memberikan bantuan. Sulastri, istri Sanitro, sendiri kini tidak pernah datang menjenguknya. Sulastri kini pulang ke rumahnya sendiri di Dusun Pabengkoh, Desa Konang. "Kalau awal-awal sakitnya Sanitro agak sering menjenguk. Tapi, empat bulan terakhir ini sudah tidak pernah datang lagi," imbuh Mistiah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com