Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Tahun Menanti KTP

Kompas.com - 15/03/2013, 02:00 WIB

Saat namanya dipanggil, wajah Suwarti (48) berbinar. Bergegas ia mendekat ke petugas. Seperti ratusan warga lain, dia hadir mengambil KTP yang baru saja rampung cetak, Rabu (13/3). Inilah akhir penantiannya sejak 20 tahun lalu. M KURNIAWAN

Sejak tinggal di Kampung Beting Remaja, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, tahun 1993, Suwarti dan keluarganya berharap punya kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK). ”Bertahun-tahun minta ke pemerintah, tak pernah diberi, baru kali ini terwujud,” ujarnya.

Tanpa dokumen itu, lanjut Suwarti, keluarganya sulit mengakses layanan publik. ”Segala sesuatu jadi susah. Mau mendaftarkan anak sekolah, mendapat pengobatan gratis, melamar pekerjaan, sampai bikin rekening di bank perlu KTP. Padahal, kami tak punya KTP,” ujarnya.

Suwarti dan suaminya, Sianipar (49), bersiasat dengan ”menumpang” alamat untuk mengakses layanan kesehatan gratis bagi warga miskin. Setahun lalu, keduanya membuat KTP dengan alamat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) kampung tetangga, yakni RT 007 RW 010 Tugu Utara.

Tetangganya ada yang membuat KTP di wilayah lain. Sebagian membawa ”surat sakti” dari tokoh masyarakat dan aktivis sosial setempat untuk beragam keperluan. Surat ini berisi jaminan dan rekomendasi tertulis tentang tempat tinggal dan kondisi ekonomi.

Sebelum era Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, Suwarti mengaku susah payah mengurus syarat untuk memperoleh layanan kesehatan gratis dari pemerintah daerah.

Saat anak bungsunya, Rasya Sianipar (5), lahir tahun 2007, misalnya, Suwarti mengaku harus bolak-balik meminta rekomendasi dan jaminan dari tokoh masyarakat dan aktivis sosial demi mendapatkan keringanan biaya persalinan dan perawatan rumah sakit.

Warga juga kesulitan saat hendak mendaftarkan anak ke sekolah karena ketiadaan akta kelahiran. Kendala juga dihadapi saat warga akan mencatatkan pernikahannya.

Bayi-bayi dari kampung ”abu-abu” di sekitar tempat tinggal Suwarti juga terdampak. Warga berinisiatif mencari sumbangan donatur untuk menyelenggarakan posyandu dan memberi makanan tambahan karena tak dapat jatah dari pemerintah.

Hak warga

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com