Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Bilang Perusahaan Kertas Hanya Hasilkan Emisi?

Kompas.com - 14/03/2013, 17:03 WIB
Syahnan Rangkuti

Penulis

PEKANBARU, KOMPAS.com — Selama ini, banyak orang beranggapan, perusahaan pulp dan kertas adalah salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di negara Indonesia. Maklum, untuk memproduksi kertas, prosesnya terlebih dahulu dengan menebang kayu di hutan alam atau hutan tanaman industri (HTI).

Hasil penelitian sebuah lembaga nirlaba IVL, Institut Kajian Lingkungan Hidup Swedia, justru mengungkapkan sebaliknya. Penyerapan karbon yang dihasilkan HTI (saat menanam pepohonan sebagai sumber bahan baku kertas) jauh lebih besar dibandingkan dengan emisi gas rumah kaca yang hilang saat penebangan hutan.

Itulah yang disampaikan Elin Eriksson, Director of Sustainable Organization, Product and Processes IVL, dalam diskusi paparan hasil riset IVL tentang jejak karbon (carbon footprint) di lingkungan PT RAPP, Kamis (15/3/2013) di Pekanbaru.

Hadir pula Profesor Per Erik Karlson (pakar penyerapan karbon dari Universitas Nasional Swedia), Prof Muhajir Utomo (pakar Sumber Daya Lahan Universitas Lampung), Dr Basuki Sumawinata (pakar pengeloaan tanah dan gambut dari Institut Pertanian Bogor), dan Dian Novarina (Head of Sustainability PT RAPP).

Jejak karbon adalah emisi gas rumah kaca dari sebuah aktivitas untuk menghasilkan produk atau jasa. IVL melakukan kajian menghitung emisi yang dihasilkan untuk memproduksi satu ton kertas dari mulai proses penebangan kayu di hutan sampai kertas hancur terdegradasi kembali di alam. Kajian itu diistilahkan mulai dari buaian sampai liang lahat (from cradle to grave).

Elemen yang diuji diukur berdasarkan unsur-unsur yang diakui oleh CEPI (Asosiasi Perusahaan Pulp dan Kertas Eropa), yang antara lain dengan penyerapan karbon di hutan, karbon yang tersimpan di produk hasil hutan, emisi gas rumah kaca terkait pengolahan produk hasil hutan, emisi proses produksi serat kayu, produksi bahan bakar, pengadaan listrik, sampai transportasi dan penggunaan produk.

Hasil kajian IVL selama empat tahun terakhir menunjukkan, angka emisi yang dihasilkan untuk satu ton kertas di PT RAPP mencapai 850 kilogram karbondioksida ekuivalen. Sumbangan emisi terbesar berasal dari penggunaan bahan bakar batu bara untuk ketel membuat pulp sebesar 690 kgCo2e. Bila dihitung sampai akhir (grave), maka angka emisi mencapai 1.800 kgCo2e.

Sebaliknya, dalam proses penanaman kembali hutan yang gundul akibat penebangan (hutan tanaman industri) terjadi proses penyerapan karbon yang jauh lebih besar (lebih dari tiga kali lipat) dibandingkan emisi yang terbuang. Selama empat tahun, penyerapan karbon biogenik mencapai angka 5.700 kgCo2e.

"Saya berani mengatakan bahwa hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan di seluruh dunia. Artinya, (HTI) APRIL (holding group PT RAPP) menyumbang penyerapan karbon biogenik yang besar. Tidak ada kerusakan lingkungan akibat emisi di APRIL. Tapi, harap dicatat, kerusakan lingkungan tidak hanya berasal dari emisi, tetapi juga berasal dari biodiversivitas dan persoalan sosial," ujar Elin.

Meski HTI Indonesia dapat menyumbangkan penyerapan karbon biogenik dalam jumlah besar, Eropa belum mengakui kondisi itu sebagai angka penyeimbang emisi yang terbuang. Prof Muhajir mengungkapkan, dalam hal ini, negara-negara Eropa bertindak tidak fair.

"Kalau saja angka penyerapan biogenik diakui, HTI kita justru menyumbang pengurangan emisi gas rumah kaca dalam jumlah besar. Eropa belum mengakui ukuran penyerapan biogenik tadi karena laju pertumbuhan pepohonan di negara empat musim sangat kecil dibandingkan negara kita yang tropis," tandas Muhajir.

Menurut Basuki, Eropa tidak mengukur angka penyerapan karbon biogenik karena unsur itu sangat kecil pada pertumbuhan tanaman HTI di negara empat musim. Dengan empat musim, matahari tidak bersinar optimal. Berbeda dengan negara Indonesia yang memiliki matahari yang bersinar sepanjang tahun.

"Di Eropa, satu tahun petumbuhan tinggi pohon tidak sampai satu meter; sementara di Indonesia, dalam satu tahun, pohon kita sudah tumbuh sampai enam meter," tambah Basuki. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com