Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Densus 88 Tak Perlu Dibubarkan, tapi Dievaluasi dan Diawasi

Kompas.com - 12/03/2013, 10:03 WIB
R. Adhi Kusumaputra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia tetap membutuhkan Densus 88 Antiteror dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) karena potensi terorisme masih relatif tinggi. Namun, yang dibutuhkan adalah Densus 88 yang kredibel dan bertanggung jawab, patuh pada prinsip hak asasi manusia

"Indonesia membutuhkan komisi pengawas permanen perlu dibentuk untuk memastikan Densus 88 dan BNPT tidak sewenang-wenang melakukan tindakan. Setara Institute mendorong adanya evaluasi komprehensif, bahkan audit kinerja Densus 88 secara khusus dan BNPT pada umumnya, tetapi bukan untuk tujuan membubarkannya," kata Ketua BP Setara Institute, Hendardi dalam siaran persnya, Senin (11/3/2013).

Pada 28 Februari 2013, Din Syamsuddin dan beberapa tokoh ormas Islam menyerahkan video penyiksaan terhadap terduga teroris yang diduga melibatkan anggota Densus 88. Pascapenyerahan video ini, desakan pembubaran Densus 88 kemudian mengemuka, baik dari kelompok organisasi Islam maupun dari kalangan DPR.

Menurut Hendardi, Setara Institute mengecam setiap tindakan kekerasan atas dasar apa pun, termasuk terhadap mereka yang diduga sebagai aktor terorisme. Karena dalam diri setiap orang melekat hak asasi manusia yang menjadi kewajiban negara untuk melindunginya.

"Atas dasar dugaan sebagaimana dalam video tersebut, sekalipun video yang dibawa serta oleh Din Syamsuddin diduga sebagiannya adalah hoax, Polri wajib menindaklanjuti. Perangkat hukum nasional dan internasional tidak membenarkan tindakan penyiksaan dalam penanganan berbagai jenis kejahatan. Karena itu, setiap penyimpangan oleh aparat negara harus dimintai pertanggungjawaban," kata Hendardi.
 
Setara Institute juga mengingatkan bahwa kinerja pemberantasan terorisme selama ini hanya merujuk pada satu narasi yang dibuat oleh Polri tanpa narasi tandingan. Tidak ada interupsi, kecuali dari keluarga korban, atas langkah-langkah Polri memberantas terorisme. Padahal, di balik keberbahayaan terorisme yang menuntut pemberantasan, potensi penyalahgunaan wewenang dari Polri dan elemen kunci negara tetap tidak terhindarkan. Apalagi, isu terorisme adalah kapital diplomasi politik luar negeri RI yang cukup menarik.

"Narasi teorisme harus dibangun dan dikembangkan secara rasional, proporsional, dan bertanggung jawab. Komite pengawas salah satunya bisa memerankan peran ini. Desakan pembubaran Densus 88 diduga kuat merupakan upaya kelompok tertentu yang memanfaatkan tokoh-tokoh agama berpengaruh untuk memperlemah upaya negara melawan terorisme dan radikalisme," kata Hendardi. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com