Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penyebab Pengembangan Transportasi Massal Terkendala

Kompas.com - 06/03/2013, 12:39 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Birokrasi yang terlalu rumit merupakan salah satu penyebab pengembangan transportasi massal di Jabodetabek selalu menemui kendala. Padahal, studi kelayakan tentang transportasi massal telah dirasa cukup, hanya pelaksanaannya saja yang selalu menemui kendala, tidak konsisten, dan pada akhirnya hanya sekadar wacana.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Kementerian Perhubungan Darat Suroso Ali Murso. Menurut dia, selain birokrasi yang rumit, para pemegang kebijakan di Jabodetabek juga cenderung tidak kompak dan memilih untuk menjalankan kebijakannya masing-masing.

"Seperti integrasi tiket, itu sebetulnya sudah dari tiga tahun lalu kami sampaikan, tapi ya susah. Masing-masing ingin dengan egonya sendiri-sendiri," kata Suroso saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/3/2013) petang.

Lebih lanjut, Suroso berharap agar masterplan transportasi massal Jabodetabek yang telah dirumuskan oleh pihak Kemenhub dapat segera dimatangkan dan direalisasikan secepatnya, tentunya disertai dengan koordinasi yang baik antara Pemprov DKI Jakarta dan Pemda-Pemda di daerah-daerah penyangga di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

"Mengacu tata ruang nasional, provinsi, kabupaten ataupun kota, mestinya sudah bisa diatur pola perjalanan orang, dari asal dan tujuan, baik berbasis jalan raya maupun kereta api. Dan ini dapat diintegrasikan," kata Suroso.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam pembahasan "Masterplan Angkutan Massal di Jabodetabek" yang digelar pada Senin (4/4/2013) di Gedung Kementerian Perhubungan, pihak Kemenhub telah memaparkan sejumlah strategi dalam mengatasi kemacetan di Jabodetabek.

Strategi mengatasi kemacetan di Jabodetabek itu terdiri dari penambahan koridor busway yang direncanakan akan dibangun 30 trayek ditambah 15 trayek bus pengumpan, memperbanyak fasilitas park and ride, integrasi antarmoda yang akan ada di 17 lokasi di Jabodetabek, memperbanyak fasilitas pejalan kaki serta pengendara sepeda, menambah dan memperpanjang jaringan kereta api di Jabodetabek. Jaringan kereta yang saat ini membentang sepanjang 170,2 km akan diperpanjang menjadi 585 km dan akan diintegrasikan dengan busway, kereta bandara, serta nantinya dengan mass rapid transit (MRT) dan monorail.

Sayangnya, dalam acara tersebut, satu-satunya kepala daerah di wilayah Jabodetabek yang hadir hanya Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Sementara itu, kepala daerah-kepala daerah di wilayah penyangga tidak ada satupun yang datang.

Pengguna kendaraan sangat tinggi

Dalam pembahasan "Masterplan Angkutan Massal di Jabodetabek" terungkap fakta bahwa total pengguna kendaraan di jalanan wilayah Jabodetabek sangat tinggi. Pada 2010 saja, jumlah pengguna kendaraan rata-rata mencapai sekitar 53 juta perjalanan. Diprediksi pada tahun 2020, total jumlah pengguna jalan akan meningkat hingga 64 juta perjalanan.

Dalam acara tersebut, Suroso mengatakan, pengembangan jaringan dan pelayanan transportasi massal perkotaan harus segera dilaksanakan. Kecuali bila ingin menemui kondisi lalu lintas yang semakin parah akibat membeludaknya jumlah pengguna kendaraan pribadi karena minimnya jumlah dan layanan transportasi massal sebagai alternatif pilihan warga.

"Kalau pengembangan tidak dilakukan, tentunya kondisi lalu lintas akan semakin parah," kata Suroso, Senin (4/3/2013).

Berdasarkan data sejumlah lembaga riset, jumlah penduduk Jakarta yang ada saat ini mencapai 9,6 juta jiwa bisa meningkat hingga 15 juta jiwa pada siang hari di hari kerja. Hal tersebut dikarenakan ada perpindahan manusia sekitar 5,4 juta jiwa dari luar Jakarta yang berasal dari kota-kota penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang bekerja di Jakarta.

Mereka masuk Jakarta pada pagi hari dan kembali ke wilayahnya sore hingga malam hari. Kondisi inilah yang menyebabkan kemacetan tiada tara karena mayoritas pekerja dari luar Jakarta menggunakan kendaraan pribadi, khususnya roda empat.

Berita terkait, baca:

GEBRAKAN JOKOWI-BASUKI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com