JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Tjahjo Kumolo mempertanyakan pengorganisasian fungsi intelijen dalam menangani aksi kekerasan di Papua. Menurut Tjahjo, pelaksanaan fungsi intel selama ini masih belum terpadu, padahal anggaran intelijen yang dikeluarkan sudah sangat besar.
"Di sana banyak satuan intelijen yang tidak terorganisasi dengan baik. Sekarang muncul gerombolan tanpa bentuk adalah bukti dari kelengahan aparat kita," ujar Tjahjo, di Gedung Kompleks Parlemen, Selasa (26/2/2013). Menurut dia, kunci untuk menjaga keamanan di bumi Cenderawasih adalah peran intelijen dan deteksi dini.
"Hal ini tidak pernah tuntas dari penembakan yang lalu apakah pernah diselesaikan atau tidak. Memang ada kendala geografis, tapi tingkat koordinasi tidak semakin baik dan persoalan ini tidak pernah tuntas," ucap Tjahjo. Anggota Komisi I ini mendesak adanya perombakan total dalam penanganan intel di Papua apalagi mengingat anggaran yang dikucurkan pemerintah untuk kerja intel cukup besar.
Tjahjo enggan memberikan data jumlah dana yang disetujui DPR untuk fungsi intelijen lantaran merupakan rahasia negara. Tjahjo juga mengkritisi crisis center yang baru dibentuk di Papua. Menurutnya, crisis center itu seharusnya sudah dilakukan sejak dulu.
"Intel di Papua tidak bisa disamakan penanganannya dengan di Jakarta dan Jawa Barat. Di sana, peran asing sangat besar," imbuh Tjahjo. Ia juga mendorong agar alasan medan dan cuaca yang menghambat pengejaran pelaku dihentikan. Pengejaran terhadap para pelaku, lanjut Tjahjo, harus dilakukan dengan tuntas.
Selain itu, Tjahjo juga berpendapat penempatan personel keamanan di Papua juga harus dievaluasi kembali. "Paling lama setiap tiga bulan harus diganti," tutur dia.
Sebelumnya, delapan anggota TNI dan empat warga sipil dinyatakan tewas ditembak di Papua. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menduga kelompok separatis bertanggung jawab atas penembakan itu.
Penembakan terjadi pada Kamis (21/2/2013) di Tingginambut Puncak Jaya dan Sinak Puncak Jaya, Papua. Pelaku di Puncak Jaya diduga adalah kelompok Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) pimpinan Goliath Tabuni. Sementara penembakan yang terjadi di Distrik Sinak diduga adalah kelompok bersenjata pimpinan Murib.
Setelah dua peristiwa itu, kontak senjata kembali terjadi pada Senin (25/2/2013) siang di Gunung Bobairo, Distrik Paniai Timur, Papua. Kontak senjata terjadi antara prajurit TNI dengan tiga orang kelompok bersenjata yang bersembunyi di rumah. Dalam peristiwa terakhir, tidak ada korban jiwa namun ketiga orang kelompok bersenjata itu berhasil melarikan diri.
Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Kontak Senjata di Papua
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.