Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pameran Sketsa Kota Lama Kolaborasi Arsitek dan Perupa

Kompas.com - 10/02/2013, 23:29 WIB
Sonya Helen Sinombor

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com - Kota lama Semarang, Jawa Tengah, yang memiliki gedung-gedung peninggalan jaman kolonial Belanda, termasuk kawasan pecinan, adalah potensi pariwisata sejarah yang harus dilestarikan. Hal inilah yang mendorong sejumlah arsitek dan perupa di Kota Semarang berkolaborasi menggelar Pameran bertajuk "Sketsa Lanskap dan Bangunan Kota Lama Semarang".

Pameran yang mengambil lokasi di Galeri Semarang di kawasan kota lama Semarang ini dibuka sejak Sabtu (9/2/2013) malam, akan berlangsung hingga 23 Februari mendatang. Pameran ini digelar Komunitas ORArT ORET (komunitas perupa-perupa Semarang yang rutin berkarya dengan membuat sketsa), dan Komunitas ArsiSKETur (Komunitas yang beranggotakan sekitar 50 arsitek yang mempunyai hobi membuat sketsa bangunan di Semarang dan sekitarnya).

Berbagai karya sketsa dari arsitek dan perupa ditampilkan dalam pameran, terutama sketsa tentang bangunan-bangunan kuno di kota lama Semarang seperti Gereja Blenduk, bekas gedung Marba, bekas pabrik rokok, Stasiun Tawang, serta sketsa beberapa sudut kawasan kota lama, dan kawasan pecinan di Gang Pinggir, Semarang.

Sketsa yang dipamerkan sebagian besar berwarna hitam putih, namun beberapa sketsa berwarna. Dari semua sketsa yang dipamerkan, paling banyak sketsanya adalah bangunan Gereja Blenduk (Gereja GIPB Immanuel Semarang). Sketsa yang dipamerkan adalah seleksi dari 300 sketsa karya perupa (160 karya) dan arsitek (140 karya).

Selain dihadiri arsitek dan perupa di Kota Semarang, pembukaan pameran dihadiri pakar arsitektur Eko Budihardjo serta dosen-dosen arsitektur dari beberapa perguruan tinggi di Semarang.

Chris Dharmawan, pemilik Galeri Semarang mengungkapkan, pameran itu merupakan perwujudan dari keinginannya untuk menyandingkan karya-karya sketsa dari arsitek dan perupa.

"Sejak lama saya mengagumi karya-karya sketsa baik yang dihasilkan, baik oleh tangan arsitek maupun perupa. Buat saya, mereka adalah sama-sama seniman, yang satu disebut arsitek, yang satunya disebut perupa. Beda disiplin ilmu, beda logika berpikir, beda cara melihat, tapi sama-sama punya rasa, punya ketajaman intuisi dan keahlian yang terasa," papar Chris yang juga arsitek.

Eko Budiardjo juga memberikan apresiasi yang sama, terhadap karya-karya sketsa dari arsitek dan perupa. "Di masa silam tidak pernah terjadi pameran perupa dan arsitek. Saya berharap karya-karya sketsa ini dibukukan, kalau perlu dicetak dalam dua bahasa agar bisa dinikmati banyak kalangan," papar Eko.

Dekan Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Tri Hesti Mulyani, menilai kolaborasi arsitek dan perupa yang harmonis memberikan spirit yang sama dalam memandang obyek kota lama Semarang. Dia berharap kota lama Semarang dilestarikan semua kalangan.

Arsitek Rudi Hartanto yang menampilkan sekitar 10 karya sketsa, juga menegaskan arsitek dan perupa kedua-keduanya adalah seniman, bedanya ada seniman otodidak dan ada yang belajar di perguruan tinggi. "Di Bali yang buat pura tidak pernah kuliah, begitu juga yang bangun Borobudur tidak pernah kuliah, tapi mereka menghasilkan karya yang luar biasa. Semua pekerja seni," paparnya.

Frangky Jo, salah satu perupa Semarang menyatakan sangat bangga karya sketsanya bisa bersanding dengan karya para arsitek. Bagi dia, pameran tersebut memberikan semangat bagi perupa yang belajar otodidak untuk terus menghasilkan karya seni yang luar biasa. "Karya yang dihasilkan enggak jauh beda, yang beda cuma titelnya saja," paparnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com