Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BNN Upayakan Katinon Derivatif Masuk ke UU Narkotika

Kompas.com - 29/01/2013, 20:59 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Zat katinon derivatif yang ditemukan pada 14 kapsul di kediaman Raffi Ahmad saat penggerebekan, Minggu (27/1/2013) diupayakan masuk ke dalam undang-undang.

Zat itu diketahui tak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Kepala Humas BNN, Komisaris Besar Sumirat Dwiyanto mengungkapkan, untuk kali ini pihaknya akan melakukan koordinasi dengan sejumlah instansi untuk mencari dasar hukum bagi tujuh orang yang positif mengonsumsi narkotika jenis itu.

Ke depan, BNN berusaha agar zat tersebut bisa dimasukkan dalam zat jenis narkotika lewat pembahasan undang-undang.

"Itu akan terjadi di tingkat dewan. Mungkin saja terjadi," ujar Sumirat kepada wartawan usai memulangkan tujuh saksi yang tak terbukti di gedung BNN, Selasa (29/1/2013) siang.

Sumirat menambahkan, selain mencari dasar hukum melalui DPR, BNN juga akan melakukan koordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan beberapa instansi lainnya.

Koordinasi tersebut dilakukan untuk mencari dasar hukum demi menjerat tujuh orang dalam kasus penggerebekan di rumah Raffi Ahmad.

Sumirat menegaskan, BNN akan menyampaikan perkembangan koordinasi dengan sejumlah instansi tersebut secara terbuka dan tak ditutup-tutupi kepada publik. Namun, Sumirat mengaku pihaknya tetap berhati-hati karena hasil koordinasi itu terkait status tujuh orang itu.

"Kita harus teliti, profesional, sesuai prosedur tentang status sesorang. Ibaratnya menntukan mati hidupnya orang disini. Masing-masing ada konsekuensinya," lanjutnya.

Dari penjelasan Kepala UPT Laboratorium BNN, AKBP Kuswardani, zat tersebut diproduksi oleh jaringan narkoba internasional yang memasarkan barangnya di Asia. Mereka mencari celah hukum dengan memproduksi narkotika yang tak masuk dalam undang-undang narkotika di negara-negara di Asia agar lolos dari jeratan hukum.

Informasi yang dihimpun Kompas.com, zat katinon, jika diolah, zat tersebut dapat digunakan untuk campuran ekstasi dengan efek samping menimbulkan aktif, rasa senang serta kehilangan nafsu makan bagi penggunanya.

Di beberapa negara, katinon, telah dilarang untuk diperjualbelikan. Inggris telah melarang peredaran zat itu sejak April 2010 dan menggolongkannya masuk ke dalam narkotika golongan B, Amerika juga telah melarang peredaran zat itu sejak November 2011 dan menggolongkannya ke narkotika kelas C.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com