Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abrasi Bikin Pulau Puteri Kian Tergerus

Kompas.com - 25/01/2013, 02:54 WIB

BATAM, KOMPAS.com — Pulau Puteri, yang terletak pada bagian utara Kota Batam dan merupakan pulau terdepan yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia, semakin tergerus oleh abrasi. Akibatnya, luas pulau itu terus berkurang.

"Saat musim utara, pulau ini terus dihantam gelombang, sementara tidak ada lagi pohon yang mampu menahan gelombang. Akibatnya, luas pulau terus berkurang karena abrasi," kata tokoh masyarakat Nongsa, Abas, di Nongsa, Batam, Kamis (24/1/2013).

Ia mengatakan, Pulau Puteri yang bisa ditempuh selama lima menit dengan perahu mesin kecil (pompong) awalnya sangat luas. Namun akibat abrasi dan banyaknya pencemaran minyak saat musim utara, membuat bakau dan tumbuhan penahan gelombang lain mati. Akibatnya, pulau terus menyusut.

"Akibat pencemaran yang terjadi, upaya penanaman bakau yang dilakukan tidak membuahkan hasil. Semua mati karena limbah minyak," kata dia.

Sebelumnya, ahli kelautan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau (DKP Provinsi Kepri), Dr Ediwan, mengungkapkan, ekosistem laut di Kepri semakin mengkhawatirkan akibat maraknya pencemaran laut, terutama dari limbah bahan beracun dan berbahaya (B3).

"Ada banyak faktor mengapa laut Kepri kian kritis. Ini akibat maraknya pembuangan limbah dari kapal asing yang melintas. Jika ini terus terjadi, maka cepat atau lambat, habitat laut di Kepri akan punah," kata dia.

Ia mengatakan ada tiga ekosistem laut, di antaranya karang, pasir, dan mangrove atau bakau yang akan rusak bila terkena limbah. Tumbuhan tidak akan bisa hidup, sementara ekosistem laut lain akan pergi.

Jika hewan karang yang biasa menempel di karang merasa tidak nyaman, maka mereka akan pergi sehingga karang rapuh dan tidak akan mampu menopang ekosistem laut lainnya.

Limpahan limbah yang terjadi di laut diakibatkan oleh berbagai aktivitas, baik industri, alat transportasi seperti kapal dan tanker, maupun aktivitas penduduk.

"Rata-rata, limbah industri mengalir bebas ke laut," kata Ediwan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com