JAKARTA, KOMPAS -
Menurut Ady, manfaat serbuk sabut kelapa yang dapat meningkatkan produktivitas lahan miskin unsur hara adalah jawaban tepat untuk segera menghentikan impor bahan pangan, khususnya singkong.
”Tahun lalu, kami prihatin dengan impor singkong dari Thailand, Vietnam, dan China. Jika coco peat dioptimalkan, kita bisa ekspor singkong,” kata Ady.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, potensi lahan
”Dalam hitungan uji coba dan simulasi AISKI, baik di lahan subur maupun lahan tandus, produksi singkong dengan menggunakan serbuk sabut kelapa dapat ditingkatkan menjadi 500-800 ton per hektar. Jadi, untuk mencapai target 27,6 juta ton, AISKI hanya butuh lahan seluas 55.000 hektar,” jelas Ady.
Ady mengaku, sampai saat ini 95 persen penyerapan serbuk sabut kelapa Indonesia masih pasar ekspor. Padahal, manfaatnya luar biasa untuk meningkatkan sektor pertanian dan perkebunan dalam negeri. Seandainya penggunaan serbuk sabut kelapa sudah memasyarakat di kalangan petani, nilai impor bahan pangan Indonesia yang mencapai Rp 90 triliun per tahun dapat dikurangi.
Ady memaparkan hasil uji coba dan simulasi yang dilakukan koleganya, Tiara, di Samarinda, Kalimantan Timur. Dengan serbuk sabut kelapa sebagai media tanam, ia sukses memanen singkong siap jual 800 ton di lahan seluas 1 hektar.
Berdasarkan analisis laboratrorium Sucofindo, serbuk sabut kelapa mengandung trichoderma molds, yakni enzim dari jamur yang dapat mengurangi penyakit dalam tanah, menyuburkan, dan memudahkan umbi tanaman singkong tumbuh cepat, besar, dan panjang. Serbuk sabut kelapa juga mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman, yaitu kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).