Magelang, Kompas
Kepala Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Sungkono, Rabu (16/1), yang ditemui di Posko Jumoyo, Magelang, mengemukakan, pihaknya sudah tiga minggu memantau kondisi aliran lahar dingin, terutama di Kali Putih.
”Kami memiliki relawan sekitar 125 orang. Yang aktif memantau bergantian 60 orang. Mereka adalah warga desa, yang berasal dari berbagai latar belakang pekerjaan. Banyak di antaranya kaum muda dan wanita,” ujar Sungkono.
Pitung, relawan di Pos Peduli Merapi di Dukuh Pondok, menyatakan, tiap malam lebih dari 10 orang bersiaga. Pos yang dibangun tahun 2010 itu tercatat sebagai pos terdepan di hulu aliran Kali Putih atau sekitar 6 kilometer dari puncak Merapi.
Kondisi pos cukup memprihatinkan karena terbuat dari gubuk bambu dengan atap terpal plastik yang sudah bolong-bolong, sedangkan kali ini tercatat paling rawan. Sebab, menjadi aliran lahar dingin yang melintasi jalur vital jalan Magelang–Yogyakarta.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Joko Sudibyo mengemukakan, anggota relawan merupakan warga desa yang pernah terkena dampak erupsi dan disusul banjir lahar dingin Gunung Merapi. Saat ini, jumlah relawan lebih dari 300 orang.
”Kami sangat bergantung pada peran mereka. Sebab, mereka bekerja tanpa pamrih meskipun setiap kali hujan turun, mereka siap memantau aliran kali,” kata Joko.
Kepala BPBD Provinsi Jawa Tengah Sarwa Permana mengusulkan agar para relawan yang tergabung dalam Organisasi Pengurangan Risiko Bencana Merapi membentuk lembaga resmi.
”Mereka bisa menyusun anggaran rumah tangga. Kalau sudah lembaga resmi, para relawan bisa memperoleh insentif, yang dananya dari anggaran pemerintah kabupaten,” katanya.