Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Pasang Merah Menghantam Pembudidaya Ikan...

Kompas.com - 06/01/2013, 04:25 WIB

 

Ketenangan Pantai Ringgung, Teluk Lampung, Lampung, belakangan ini sirna. Situasi mencekam. Warna air laut yang biasanya biru jernih, beberapa pekan terakhir menjadi pekat kecoklatan dan kini berganti menjadi kehijauan. Bau busuk menyengat.

Bangkai ikan mengapung di pinggir pantai hingga di keramba jaring apung. Pemilik keramba jaring apung di Ringgung terlihat murung. Sebagian gelisah memantau ikan yang dipelihara menggelepar sekarat.

Martadinata (45), seorang pemilik keramba jaring apung, tercenung karena 1.100 ikan kerapu bebek miliknya mati lemas dalam sepekan terakhir. Bayangan kerugian hingga ratusan juta rupiah pun menghantui. Ikan komoditas ekspor yang per ekornya dihargai 25 dollar Amerika Serikat (AS), sekitar Rp 237.500 (1 dollar AS > Rp 9.500), itu menggelepar, bersamaan berubahnya warna air di Ringgung yang menjadi pekat.

Ali al-Hadar, Ketua Forum Komunikasi Kerapu di Ringgung, pekan lalu, mengatakan, tak kurang 70 persen dari sekitar 500.000 ikan berbagai jenis di Ringgung mati serentak dalam tiga pekan terakhir. Total kerugian pembudidaya mencapai Rp 8 miliar. ”Kami kini hanya bisa tawakal. Kami tidak dapat berbuat apa-apa mengatasi fenomena yang belum pernah sekalipun terjadi sebelumnya itu,” tuturnya.

Ginta (49), pemilik keramba jaring apung lain, tidak kalah pusing. Dalam sepekan, 1.500 ikan cobia miliknya mati. Ikan itu mendadak stres. Insang ikan yang mati dipenuhi lendir semacam jeli kuning kecoklatan.

Ia pun ikut stres melihat fenomena ini. Ia khawatir, segala dana dan jerih payah hilang sia-sia akibat matinya ikan itu. Untuk membudidayakan sekitar 10.000 ikan cobia dan kerapu, setiap hari ia bisa menghabiskan Rp 500.000 untuk pakan ikan. ”Yang namanya bisnis gila itu macam ini. Jika tak kuat, bisa kena stroke dan jantungan,” ujarnya.

Akibat terus menurunnya daya dukung lingkungan di Teluk Lampung, beberapa tahun terakhir, sebelum munculnya fenomena itu, peluang ikan kerapu hidup hingga dewasa (usia 1,5 tahun dan bobot 5 ons) sudah kecil. ”Kini rata-rata hanya 30 persen yang bisa bertahan hidup. Untuk bisa panen, butuh waktu 1,5-3 tahun,” ujar Ginta.

Seperti anak sendiri

Perawatan kerapu bebek yang diekspor ke Hongkong, China, dan Jepang sangat tidak mudah. Ikan ini hanya hidup di perairan yang jernih dan tenang. Pembudidaya ikan ini pun tak jarang memperlakukan mereka seperti ”anak” sendiri. Ikan ini satu per satu rutin dimandikan.

”Inilah repotnya. Kerapu ini satu-satunya jenis ikan yang harus dimandikan air tawar untuk menghilangkan lendir berlebih dan kuman di tubuhnya. Air tawar yang dipakai pun harus steril, tidak boleh mengandung kaporit atau tawas karena bisa merusak insang,” ungkap Khaerudin, pembudidaya kerapu lain di Ringgung.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com