Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melayu Singapura Semakin Berkurang

Kompas.com - 04/12/2012, 15:34 WIB
Syahnan Rangkuti

Penulis

PEKANBARU, KOMPAS.com  - Jumlah penduduk melayu Singapura ternyata mengalami penurunan jumlah yang cukup signifikan dalam 10 tahun terakhir. Bila sepuluh tahun lalu, puak Melayu di negeri tetangga itu mencapai 600.000 orang atau berkisar 16 persen, sekarang ini tidak sampai 500.000 orang lagi atau sekitar 12,8 persen.

"Berkurangnya orang Melayu di Singapura karena mereka memilih hijrah ke Malaysia atau Australia," ujar Jamal Tukimin, budayawan Melayu asal Singapura dalam dialog budaya Melayu di Pekanbaru, Selasa (4/12/2012).

Jamal yang lahir di Singapura dari ayah asal Purwokerto dan ibu orang Pulau Pinang, Malaysia itu mengungkapkan, jumlah Melayu di negeri Singa itu sebenarnya jauh lebih kecil dari angka statistik di atas. Pengelompokan Melayu di negaranya, lebih didasarkan pada ras Asia non China, sehingga orang Filipina dan India pun di kategorikan Melayu.

"Jumlah orang Filipina di Singapura sekarang ini semakin banyak," kata Jamal, pengajar Ilmu Melayu di Universitas Kebangsaan Malaysia itu.

Penggunaan Bahasa Melayu dalam pengantar sehari-hari di kalangan orang Melayu pun, semakin sedikit. Bahkan, di masjid-masjid, pengantar khotbah disampaikan dalam Bahasa Inggris. Dari enam madrasah yang ada di sana, seluruhnya menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar, adapun Bahasa Melayu hanya merupakan salah satu mata pelajaran semata.

Upaya mengembalikan Melayu kepada akarnya kembali, kata Jamal, mengalami kendala terutama atas nilai-nilai lama yang tereduksi modernisasi negara itu. Reka ulang budaya Melayu, kerap lebih mengadaptasi kebebasan berekspresi dengan sensor yang sangat lemah dari negara.

Alhasil, muncul karya-karya Melayu dalam konteks Singapura modern. Misalnya, seorang seniman perempuan Melayu membuat drama berjudul Ikan-Ikan Cantik yang berisi adegan yang terasa cabul. Pesan yang disampaikan pun cukup liar, yakni perempuan dapat hidup tanpa laki-laki.

Masih ada pula karya tulis berupa novel yang menokohkan Nabi Muhammad dalam salah satu peran. Atau seorang penyair yang kerap menyindir keras kehidupan Islam di Singapura.

"Tarian Melayu kontemporer pun tidak lagi sesuai dengan jati diri Melayu, sudah terkikis. Kondisi ini menimbulkan keresahan di masyarakat, karena dianggap sebagai sesuatu yang ekstrem," kata bapak lima putra yang tidak seorangpun menantunya bersuku Melayu itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com