Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditemukan, Situs Batu Beranak di Pulau Mantai

Kompas.com - 25/11/2012, 10:56 WIB

JAYAPURA, KOMPAS.com - Survei yang dilakukan Balai Arkeologi Jayapura di kawasan Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua berhasil menemukan situs megalitik berupa batu beranak, batu rejeki dan batu perang di pulau Mantai daerah tersebut.

"Ketiga situs megalitik ini ditemukan di pulau Mantai merupakan salah satu dari 21 pulau yang berada di tengah Danau Sentani. Situs ini berada di koordinat 020 36’ 23,4" LS dan 1400 26’ 22,7’ BT," kata Hari Suroto, staf peneliti dari Balai Arkeologi Jayapura, Papua, Minggu (25/11/2012).

Kata Hari, situs di pulau Mantai merupakan situs terbuka. Di situs ini ditemukan sejumlah materi arkeologi berupa fragmen gerabah hias maupun polos dan beberapa bangunan megalitik berupa sejumlah menhir dalam berbagai ukuran, baik yang berada di dalam danau maupun di pulau. "Gerabah di pulau Mantai didapatkan di permukaan tanah, namun kondisi situs tersebut sudah teraduk oleh aktivitas berkebun," katanya.

Terkait penemuan situs megalitik berupa batu beranak atau "Ainining Duka" (dalam bahasa Sentani, red), lanjut Hari, batu beranak ini berada di dalam danau Sentani, dimana keberadaannya dapat disaksikan dengan jelas pada saat air danau turun/surut. Namun jika air danau sedang pasang/naik, hanya dapat disaksikan dari permukaan danau secara samar-samar.

Batu beranak tersebut berjumlah 12 buah, yang terdiri dari 2 buah berukuran besar yang dipercayai masing-masing sebagai laki-laki dan perempuan dewasa. Dan 10 buah batu berukuran kecil dipercayai sebagai anak-anaknya, sehingga semuanya dikenal dengan nama batu beranak. Namun pada penelitian yang dilakukan pada Juli lalu, pihaknya hanya dapat menggambil gambar bagian atas menhir berukuran besar yang terlihat.

"Karena pada saat itu kondisi permukaan air danau sedang pasang dan peralatan yang digunakan kurang memadai sehingga kami tidak melakukan penyelaman untuk mendokumentasi semua menhir yang ada, serta tidak melakukan pengukuran, kami hanya menduga tingginya sekitar 3 meter," kata Hari.

Dia menambahkan jika ditinjau dari jenis batuan, batu beranak ini tergolong batuan beku.

"Pada penelitian ini, sama halnya dengan batu beranak, kami hanya dapat menggambil gambar bongkah batu bagian atasnya dan tidak melakukan pengukuran, karena pada saat itu kondisi permukaan air danau naik dan menutupi hampir semua permukaan batu. Adapun jenis batuannya adalah batuan beku," lanjut pria lulusan SMUN Pleret, Bantul, Yogyakarta.

Hari yang pernah mengajar di Jurusan Sejarah Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan itu menambahkan, tempat penemuan situs megalitik ini bisa dijadikan tujuan wisata.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com