Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertamina atau Asing

Kompas.com - 14/11/2012, 02:50 WIB

Sebuah poster terpampang di balik pagar Bandar Udara LNG Badak Bontang, Kalimantan Timur, Senin (5/11). Poster itu dengan mudah terbaca oleh setiap orang yang mendarat di bandara tersebut. Isinya, ”kembalikan Blok Mahakam ke Nasional”.

Pengelolaan Blok Mahakam, Kalimantan Timur, yang dikuasai Total E&P Indonesie, perusahaan asal Perancis, akan berakhir tahun 2017. Waktu yang tersisa lima tahun ini terus menimbulkan pertanyaan. Akankah pengelolaan blok penghasil gas alam terbesar di Indonesia diserahkan ke asing lagi atau ke Pertamina?

Seperti isi poster tersebut, sejumlah warga, lembaga swadaya masyarakat, pengamat, dan bahkan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah mendesak agar blok tersebut diserahkan ke Pertamina. Alasannya, banyak tenaga ahli Pertamina mampu mengelola blok itu. Dan, kekayaan alam Indonesia harus dikembalikan seutuhnya untuk Indonesia.

Melihat aspirasi yang kuat dari masyarakat ini, Total E&P Indonesie tentu saja tidak bisa menolak. Mereka mengatakan bersedia untuk meninggalkan blok tersebut saat kontrak kerja samanya selesai. Namun A Noviyanto, Vice President HR, Communication, General Service and Audit Total E&P Indonesie, mengatakan, Total juga sangat berharap dapat melanjutkan kerja sama ini, terutama saat masa transisi.

Tawaran dari Total ini sebenarnya bisa disambut baik oleh Indonesia, terutama Pertamina. Masalahnya, cadangan gas alam di Blok Mahakam ini diperkirakan sudah jauh berkurang. Sementara cadangan yang tersisa itu letaknya di dalam gundukan yang terpisah-pisah, bukan menyerupai kolam raksasa. Akibatnya, operator Blok Mahakam harus terus melakukan eksplorasi gas dan minyak bumi.

Total E&P Indonesie yang menggandeng Inpex Corporation dalam eksplorasi itu mengatakan setiap tahun menginvestasikan 2 miliar dollar AS dan tidak semuanya menghasilkan.

Pencarian sumur-sumur gas alam dan minyak bumi ini memang membutuhkan biaya tidak sedikit. Selain itu, teknologi terkini juga sangat dibutuhkan agar bisa mencari sumur dan memperkirakan kandungannya dengan tepat.

Pertamina, yang menjadi penyumbang dividen terbesar ke negara dari jajaran badan usaha milik negara, tentu saja mempunyai dana untuk eksplorasi. Namun, dana itu tidak cukup besar jika dia harus bergerak sendirian. Pasalnya, Pertamina juga memegang blok-blok lain yang membutuhkan dana besar. Apabila dia menangani sendiri, risiko yang ditanggung akan sangat memberatkan. Hal ini tidak hanya bagi Pertamina, tetapi juga bagi negara.

Untuk itu, Pertamina sebaiknya menggandeng mitra kerja yang mempunyai kemampuan finansial, teknologi, dan intelektual tinggi. Risiko pun akan ditanggung bersama. Kerja sama ini tidak berarti mengerdilkan nasionalisme karena masih menggandeng asing, tetapi lebih untuk efisiensi dan keberlanjutan usaha. (M Clara Wresti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com