Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Habema-Trikora, Elok di Atas Awan

Kompas.com - 29/10/2012, 11:55 WIB

Oleh M Final Daeng

PUNCAK Trikora dengan jajaran pegunungan di kanan-kirinya tengah berbaik hati. Gunung yang biasanya selalu tertutup awan dan kabut ini, pagi itu menampakkan wujud utuhnya kepada setiap mata yang memandang. Di kakinya, Danau Habema dengan tenang bersemayam.

Pemandangan spektakuler tersebut membuat kepenatan perjalanan darat selama tiga jam dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, pertengahan Oktober lalu, terbayarkan. Perjalanan yang bisa dibilang tidak ringan.

Mobil berpenggerak empat roda yang kami tumpangi harus melewati medan offroad mendaki dengan sesekali menembus lapisan awan tipis. Danau Habema dan Puncak Trikora terletak di ketinggian lebih dari 3.200 meter dari permukaan laut (mdpl). Keduanya masuk dalam zona inti Taman Nasional Lorentz, Papua.

Semakin tinggi menanjak, semakin tajam suhu dingin merasuk, terutama saat angin semilir berembus. Dua lapis jaket dan dua lapis celana yang dikenakan masih belum sanggup menjadi penawarnya.

”Suhu rata-rata di Habema mencapai 8 derajat celsius. Suhu terendah yang pernah kami rasakan sampai 4 derajat celsius,” ujar Jimmi Pamassangan, anggota staf lapangan TN Lorentz yang menemani rombongan kami mengunjungi Habema. Rombongan kala itu sekitar 10 orang, terdiri atas unsur WWF Indonesia, Balai Taman Nasional Lorentz, wisatawan asing, dan Kompas.

Sesampai di lokasi itu, perjalanan menuju danau masih harus dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 45 menit menuruni dan menaiki punggung bukit yang terpisahkan padang basah. Di medan ini, kaki harus cermat melangkah jika tak ingin ambles ke genangan air dan lumpur yang tersamarkan rumput atau lumut.

Namun, semua lelah itu lenyap ditelan indahnya panorama saat tiba di tepi danau. Airnya dingin dan jernih. Dari pinggiran, dasar danau yang berpasir halus berwarna kekuningan bisa terlihat. Suasana sekeliling sangat tenang sambil sesekali ditingkahi kicauan burung.

Letnan Belanda

Danau Habema, yang disebut Yuginopa oleh masyarakat lokal, luasnya mencapai 224,35 hektar dengan panjang keliling 9,79 kilometer. Ketinggiannya dari permukaan laut mencapai 3.335 meter. Masyarakat Dani, penduduk asli Jayawijaya, menganggap danau itu sebagai tempat keramat karena menjadi sumber kesuburan dan kehidupan.

Nama Habema sendiri diambil dari seorang perwira detasemen militer Belanda, Letnan D Habbema, yang mengawal ekspedisi pimpinan HA Lorentz di kawasan tersebut tahun 1909. Ekspedisi itu bertujuan mencapai Puncak Trikora atau yang dulu disebut Puncak Wilhelmina. Gunung ini menjadi menarik karena atapnya tertutup salju meski berada di daerah tropis.

Marc Argeloo dalam buku Land of the Birds of Paradise (2012) menuliskan, meski tak berhasil mencapai puncak, Lorentz sukses menginjakkan kaki di kawasan bersalju gunung tersebut pada ketinggian 4.461 mdpl, November 1909. Puncak Trikora sendiri berketinggian 4.730 mdpl.

Namun, pencapaian itu harus dibayar dengan pengorbanan besar. Selama ekspedisi, tiga porter dan seorang tentara tewas kelelahan dan kekurangan makanan. Lorentz sendiri menderita patah rusuk akibat terjatuh saat menuruni gunung.

Kini, salju Trikora sudah lama menghilang yang ditengarai akibat pemanasan global bumi. ”Dulu juga masih ada hujan butiran es di Habema, tapi 4-5 tahun terakhir ini sudah tak ada lagi,” kata Jimmi.

Kekayaan hayati

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com